PPN Melejit, Bikin Rakyat Sulit
Oleh: Fatimah Nafis
Lensamedianews__ Sudah jatuh tertimpa tangga. Apa mau dikata, tapi inilah realita. Hidup sudah menderita, rakyat malah dipaksa menerima kado pahit akhir tahun dengan rencana kenaikan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dari 11% menjadi 12% yang akan diresmikan mulai 1 Januari 2025 sebagaimana ditegaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Rabu, 13-11-2024. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). (antaranews.com)
Pasalnya, tujuan dari kenaikan PPN tersebut untuk meningkatkan penerimaan negara dalam rangka mendukung pembiayaan pembangunan dan mengurangi ketergantungan utang negara. Saat ekonomi negara terancam, daya beli dan konsumsi rakyat menurun akibat kenaikan harga barang dan jasa, pemerintah menaikkan pajak yang jelas-jelas akan semakin membebani rakyat. Meski pemerintah menjamin daya beli masyarakat tak terdampak kenaikan PPN serta tak semua barang dan jasa mengalami kenaikan, namun untuk alasan apapun tak semestinya pemerintah mengorbankan rakyat khususnya kelas menengah ke bawah seperti kalangan rumah tangga, petani, peternak dan pelaku usaha.
Pemerintah sadar betul bahwa kenaikan PPN ini akan menuai pro kontra, namun kebijakan ini sudah masuk dalam Undang-undang sehingga tidak mungkin dibatalkan begitu saja. Lebih jauh dari itu, kapitalisme memang menjadikan pajak sebagai sumber utama pemasukan negara. Negara mengklaim pajak untuk membiayai pembangunan demi kemaslahatan rakyat. Padahal hakikatnya proyek-proyek pembangunan tersebut hanya menguntungkan para kapitalis (pemilik modal), sementara mereka bisa dengan mudah mendapatkan pengampunan pajak (tax amnesty). Sedangkan para pelaku usaha lokal dikenakan pajak bertubi-tubi sehingga tak sedikit yang gulung tikar. Begitulah kejamnya sistem kapitalisme.
Sungguh, prinsip keadilan hanya ada dalam sistem Islam. Syariat Islam mewajibkan kepala negara (khalifah) bertanggung jawab penuh atas rakyatnya. Pemasukan negara di Baitul mal yang diambil dari fai dan kharaj, zakat, serta kepemilikan umum (sumber daya alam), semuanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat sehingga terwujud kesejahteraan. Sedangkan pajak hanya akan diberlakukan oleh negara dengan syarat bersifat sementara, hanya diambil dari laki-laki muslim yang kaya, dan dalam kondisi kas negara kosong sehingga tidak terjadi kezaliman terhadap rakyat.