Nasib Anak Palestina Terperangkap Sistem Rusak
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
LenSa Media News.com, Keadaan anak-anak Palestina kian hari kian jauh dari standar manusiawi. Dan fakta ini jauh dari harapan yang diimpikan pada peringatan Hari Anak Dunia, 20 November lalu. Peringatan tahun ini mendorong masyarakat untuk lebih mendengarkan impian dan visi anak-anak di berbagai belahan dunia.
Perayaan global ini didedikasikan demi mencapai kesejahteraan, hak dan masa depan anak-anak sedunia. Orang tua menjadi salah satu support system pertama yang mendukung terwujudnya tujuan tersebut (CNNIndonesia.com, 20-11-2024).
Nasib Anak Palestina Kian Terpuruk
Terkait peringatan Hari Anak Dunia, justru hal sebaliknya telah terjadi pada anak-anak Palestina yang terus dihadapkan pada peperangan. Kehilangan orang tua, kehilangan hak pendidikan dan hak untuk mendapatkan kesejahteraan. Segalanya terhempas oleh ganasnya serangan zionis.
Namun sayang, peringatan Hari Anak Sedunia menggambarkan adanya standar ganda ala Barat terkait hak-hak anak. Peringatan yang digagas UNICEF ini hanya menjadi topeng untuk menutupi ketidakpeduliaan dunia terhadap nasib anak. Masa depan 2 milyar anak Palestina dalam rentang usia 0 hingga 15 tahun terus tergadai kekejaman serangan zionis.
Pengkhianatan nyata sangat tampak pada nasib anak-anak Palestina saat ini. Tidak ada jaminan pasti atas hak hidup anak-anak Palestina. Kelaparan menjadi hal yang biasa mereka alami. Traumatik akibat peperangan menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan.
Kehilangan orang tua dan keluarga, terbatasnya layanan kesehatan, tidak ada perlindungan atas segala bentuk kekerasan. Betapa banyak jumlah korban penjajahan zionis Yahudi, dan anak-anak menjadi bagian yang paling menderita atas keadaan ini.
Keselamatan anak-anak Palestina, kalah penting dengan agenda dan tujuan negara yang hari ini tegak dalam konsep nasionalisme. Konsep yang mengutamakan nilai-nilai kebangsaan dan batas-batas imajinernya. Kepentingan ekonomi negara dan kekuasaan dianggap sebagai kepentingan yang jauh lebih penting ketimbang nasib anak Palestina.
Inilah hasil pengkhianatan para penguasa di negeri-negeri muslim. Dan fakta ini pun merupakan dampak penerapan sistem kapitalisme sekularistik. Sistem yang memprioritaskan kepentingan materi dan memposisikannya di atas segala hal. Termasuk di atas masa depan kehidupan dan nyawa anak-anak Palestina.
Sistem Islam, Sistem Penjaga
Sistem Islam menetapkan bahwa calon generasi masa datang harus dijaga keselamatan, kesejahteraan, dan hak hidup seperti terpenuhinya kebutuhan primer, kesehatan, pendidikan juga hak-hak lainnya. Oleh karena itu, negara harus hadir sebagai institusi yang kokoh menjaga setiap pemenuhannya sesuai tuntunan hukum syarak.
Negara memiliki peran strategis sebagai pengurus (ra’in) dan junnah (perisai) yang akan memaksimalkan fungsinya dalam menjaga keselamatan setiap anak secara menyeluruh.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).Dalam rangka merealisasikan fungsi tersebut, sistem Islam menetapkan khilafah sebagai satu-satunya institusi yang mampu efektif menerapkan hukum syariat Islam.
Khilafah memiliki sumber daya yang besar dan mampu menjamin kesejahteraan dan keselamatan anak melalui berbagai strategi dan mekanisme yang senantiasa memprioritaskan urusan umat.
Tidak hanya itu, Islam pun mampu optimal menjaga jiwa dan hak hidup setiap manusia, termasuk anak-anak melalui seperangkat regulasi yang tegas dan jelas serta memyandarkan konsepnya hanya pada hukum syarak.
Islamlah satu-satunya sistem yang menjamin pemenuhan hak anak yang hakiki, mulai dari hak hidup dan berkembang, hak nafkah, keamanan, pendidikan, penjagaan nasab, dan hak hidup lain. Konsep tersebut hanya mampu diwujudkan ketika negara menerapkan syariat Islam secara memyeluruh yang memperkuat fungsi keluarga, lingkungan masyarakat dan negara.
Negara sebagai pondasi perlindungan anak yang nyata. Hanya dengan Islam, setiap anak mampu terjaga sempurna. Wallahu a’lam bisshowwab. [ LM/ry ].