Dilema ASN, Kelar dengan Sistem yang Benar
Oleh: Ummu Rifazi, M.Si
LenSaMediaNews.com__Para pegawai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) Kota Bogor memelas memikirkan masa depannya yang tak jelas. Lantaran dari ribuan data PKWT yang ada, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor hanya bisa mengalokasikan 243 posisi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yaitu 155 jabatan fungsional dan teknis, 81 tenaga guru dan 7 tenaga kesehatan.
DPRD Kota Bogor menyoroti hal ini dan meminta Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKSDM) untuk mengawal peralihan status PKWT menjadi PPPK tersebut. Pengangkatan PPPK ini harus dilakukan dengan ketat agar tidak menjadi beban bagi APBD Kota Bogor dalam mengelola belanja pegawai yang berisi gaji dan tunjangan lainnya (megapolitan.antaranews.com, 25-10-2024).
Sistem Melarat, Berkutat pada Pajak
Sugguh miris ketika penggajian pegawai pemerintahan dianggap sebagai beban dalam sistem pemerintahan saat ini. Sistem demokrasi kapitalis sekuler liberal meniscayakan birokrasi desentralisasi yang ribet dan terkesan saling melempar tanggung jawab terkait urusan pengangkatan dan penggajian pegawai pemerintahan ini.
Dan ironinya, saling lempar tanggung jawab ini karena permasalahan utama minimnya pemasukan negara untuk menggaji para pegawai pemerintahan ini. Pemasukan utama negara yang mengandalkan pajak dari rakyat dan utang tentulah sangat sedikit. Kondisi ini mengakibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya mampu menggaji pegawai pemerintahan yang bekerja di instansi pusat.
Dalam kasus Kota Bogor, pemasukan asli daerah (PAD) Kota Hujan ini sedikit dan tidak menentu karena hanya mengandalkan pajak dan retribusi dari sektor jasa. Alhasil Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor juga akan terbebani dengan masalah penggajian pegawai pemerintahan daerahnya, manakala APBN juga minim.
Sesungguhnya menjadi pertanyaan besar ketika negara Indonesia mengandalkan pemasukan utama dari pajak rakyat dan utang pinjaman luar negeri. Lantaran negeri agraris ini mempunyai potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Sebagai karunia Ilahi yang merupakan pemasukan besar bagi negara, jika dikelola dengan sistem yang amanah.
Khususnya wilayah kota dan kabupaten Bogor, sejatinya mempunyai SDA tanah yang subur dan sumber daya manusia (SDM) yang besar. Kolaborasi potensi tanah subur dan pakar pertanian dari IPB University akan mampu mengembangkan sektor pertanian terpadu di wilayah Bogor ini. Bahkan jika dikelola dengan serius dan sungguh-sungguh, pemasukan yang besar dari sektor pertanian terpadu bukanlah hal yang mustahil dicapai (antaranews.com, 09-12-2023).
Sistem Amanah, Tuntas Me-riayah
Dari kelahirannya saja sistem demokrasi kapitalis sekuler liberal sudah batil, karena lahir dari rahim pemikiran Barat yang jauh dari tuntunan Ilahi. Alhasil dari waktu ke waktu semakin kentara berbagai kekacauan dan kesengsaraan hidup hasil pengurusan dengan sistem batil ini. Presiden terpilih Prabowo Subianto pun mengakui dengan jujur kelemahan sistem ini. Birokrasinya terkenal ribet dan sangat lambat (news.detik.com, 23-10-2024).
Sangat berbeda ketika kehidupan diatur dengan satu-satunya sistem yang sahih, yaitu Islam. Setiap urusan rakyat tidak dianggap beban bagi negara, melainkan amanah yang harus diriayah dengan baik. Sebagaimana tuntunan dari Kanjeng Nabi Shalallahu alaihi wassalam: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Negara yang menerapkan Sistem Islam secara kaffah akan menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi warga negaranya. Persyaratan pegawai pemerintahan pun sederhana. Pegawai pemerintahan akan mendapat upah dengan akad ijarah (kontrak kerja) dengan gaji layak sesuai jenis pekerjaannya. Tidak ada istilah tenaga kontrak atau tenaga tetap karena rekrutmen tenaga kerja dilakukan sesuai kebutuhan riil negara, baik untuk pekerjaan administratif maupun pelayanan bagi rakyat.
Sistem pemerintahan Islam bersifat sentralisasi yang sederhana. Dengan sistem ini, semua urusan negara dapat dilakukan mudah dan cepat. Masalah keuangan, militer dan peradilan dikelola langsung oleh pusat, termasuk pengangkatan dan penggajian pegawai pemerintahan.
Sehingga kondisi dilematis pegawai pemerintahan seperti di Kota Bogor dan kota-kota lainnya di Indonesia, tidak akan terjadi lagi. Pengangkatan dan penggajian pegawai pemerintahan merupakan tanggung jawab pemerintahan pusat. Pemerintahan daerah hanya bertanggung jawab dalam pengelolaan administrasinya saja.
Para pegawai pemerintahan bertanggung jawab kepada Khalifah, para penguasa, para wali, dan muawin. Mereka terikat syariat dan peraturan administratif. Gaji mereka diambilkan dari kas negara (baitulmal). Apabila harta di baitulmal tidak mencukupi, bisa dicukupi dari penarikan dharibah atau pajak yang bersifat sementara dari warga muslim yang kaya.
Wallahualam bissawab. [LM/Ss]