Kabinet Gemuk, Sarana Berbagi Kursi Kekuasaan

Oleh : Elly Waluyo

(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

 

Lensa Media News – Bagi-bagi kursi jabatan merupakan hal yang lumrah dalam sistem demokrasi kapitalis, karena sejatinya tujuan peraihan jabatan dan meminta kursi jabatan adalah sarana untuk memenuhi hawa nafsu akan harta dan menutupi borok dalam pemerintahan. Saat pemilu berlomba-lomba mencari dukungan rakyat dengan mempertontonkan drama seakan-akan membela rakyat, namun ketika kalah, berujung mengemis meminta koalisi pada pemenang agar dapat terus mengeruk harta rakyat yang sudah tertatih – tatih membayar pajak.

Penggembungan jumlah kementerian sesuai kebutuhan presiden yang tercatut dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang kementerian Negara yang disahkan di komplek parlemen Jakarta saat Rapat Paripurna DPR ke-7 dalam masa persidangan I tahun sidang2024-2025, Menurut Herdiansyah Hamzah “Castro” yang seorang pengajar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman menganggap bahwa upaya pembekakkan jumlah kementerian yang semula batas maksimal 34 kementerian yang kemudian dihapus, sebagai satu-satunya pilihan agar dapat mengakomodir terjadinya over coalition dalam pemerintahan Prabowo Subianto. Meski di lain sisi Castro juga menggunakan logika efektifitasnya. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Dedi Kurnia Syah selaku Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) menyatakan seharusnya bukan jumlah kementeriannya yang ditambah, melainkan kantor dinasnya. Pihaknya juga menyarankan agar merampingkan kementerian yang sifatnya sejenis agar tak tumpang tindih. Selain itu menurut Dedi pembengkakkan jumlah kementerian akan membuka celah korupsi dan hanya sebagai ajang bagi-bagi kursi (cnnindonesia, 20 September 2024)

Legitimasi terhadap pembengkakkan jumlah kementerian memperlihatkan bahwa negara dalam sistem kapitalis tak memperdulikan sama sekali kepentingan rakyat, dengan seenaknya menambah jumlah kementerian tanpa memikirkan efesiensi, efektifitas dan dampak pembiayaannya yang berujung mencekik rakyat dengan kemungkinan penambahan atau peningkatan pajak. karena semakin banyak jumlah kementerian maka akan semakin banyak kepala-kepala yang minta dicekoki gaji dan tunjangan. Perilaku khas pejabat dalam sistem kapitalis yang bertingkah seperti pengemis. Kursi jabatan dalam sistem ini dijadikan aji mumpung untuk mengeruk harta dan ajang untuk mengakomodasi kepentingan para elite politik sekaligus balas jasa kinerjanya saat pemilu. Besarnya biaya dalam pemilihan terutama dalam kampanye untuk memenangkan suara rakyat menyebabkan aksi tanam saham-saham baik dari partai maupun nonpartai dijadikan penopang. Sehingga ketika menjabat maka yang pertama kali dipikirkan adalah mengembalikan modal sembari mencari untung untuk dirinya sendiri dan juga modal pemilihan berikutnya, apalagi periode jabatan yang hanya lima tahun tentu menjadi hal yang wajar apabila kemudian terjadi bagi-bagi kursi kekuasaan, meski jobdesk tidak jelas. Akibatnya pemerintah hanya mampu berpartisipasi dalam memanipulasi aturan untuk memuluskan kepentingan akibatnya apapun aturan yang diterbitkan tidak mampu melakukan perubahan selama didasarkan pada sistem demokrasi

Sesungguhnya hanya sistem Islam yang mampu merealisasikan tujuan kekuasaan untuk melayani dan mengurus umat. Seorang pemimpin atau Khalifah bertanggung jawab penuh dalam mengemban amanah menjaga dan memelihara rakyat dalam agama, jiwa, kehormatan, keturunan, harta, eksistensi manusia dan negara. Dalam sistem Islam kekuasaan ada ditangan umat dan kedaulatan ditangan syariat. Khalifah yang telah di bai’at mengatur negara dengan menjalankan hukum Allah Ta’ala bukan menjalankan aturan manusia atau berdasarkan keinginannya, sehingga menjaga dan menjauhkan dari kebijakan dzalim yang menguntungkan segelintir individu. Meski dalam menjalankan tugasnya seorang Khalifah diperbolehkan untuk mengangkat pembantu khalifah untuk membantunya, namun pemilihan pembantu tersebut dilakukan sesuai syariat, mempertimbangkan efektifitas dan efisiensinya. Setiap departemennya memiliki jobdesk dan tanggung jawab yang jelas dan karena di dalam sistem Islam tidak ada investor apapun, bahkan investor pemilu, maka tidak ada acara bagi-bagi kursi kekuasaan. Kedaulatan aturan berada di tangan syariat, maka menjadikannya mutlak tak bisa dirubah, tidak bisa diintervensi oleh siapapun. Karena syariat lahir dari yang Maha Mudhabir Allah SWT. Demikianlah sistem Islam menjalankan kekuasaan dalam koridor syariat yang membawa kemaslahatan.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis