Pemerataan Ekonomi Dalam Islam 

Oleh : Nurjannah Sitanggang

 

 

LenSa Media News–Pemerintah tengah menggencarkan program pembangunan desa. Pembangunan desa diharapkan mampu membantu mewujudkan pemerataan ekonomi di tengah masyarakat baik desa maupun kota. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan penambahan dana desa pun dilakukan.

 

Hanya saja meskipun program ini jalan, Indonesia tetaplah belum mampu mewujudkan pemerataan ekonomi yang sebenarnya.

 

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyampaikan per 22 Juni 2024 dari total 65.941 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Indonesia, sebanyak 18.850 diantaranya telah berbadan hukum (AntaraNews.com, 22-06-2024).

 

BUMDes menjalankan bisnis yang melayani warga, yakni melakukan pelayanan publik kepada masyarakat. Usaha air minum desa, usaha listrik desa, lumbung pangan. BUMDes menjalankan bisnis uang, yang memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat desa dengan bunga yang lebih rendah dari bank-bank konvensional. Tujuan BUMDes seperti dalam Permendesa PDT dan Transmigrasi No. 4/2015 adalah, meningkatkan perekonomian desa, meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa.

 

Meskipun BUMDes ada dan jumlahnya makin banyak, akan tetapi faktanya tetap saja angka kemiskinan besar baik di desa maupun di kota. Bahkan di daerah perkotaan justru jurang kemiskinan itu sangat jelas dan nyata di depan mata. Kawasan kumuh bersanding dengan kawasan elit dan mewah itu biasa.

 

Selain BUMDes, pemerintah juga menggelontorkan dana desa yang tidak sedikit. Melansir dari situs resmi DJPK Kemenkeu, jumlah dana desa yang digelontorkan dari APBN tahun 2023 sebesar Rp 70 triliun. Dana ini dialokasikan kepada 74.954 desa di 434 kabupaten/kota. Pembagian anggaran dana desa untuk tahun 2023 telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 201/PMK.07/2022. Secara umum masing-masing desa di Indonesia menerima dana desa sebesar Rp 600-900 juta.

 

Pemerataan ekonomi yang diimpikan lewat BUMDes dan dana desa sebenarnya bukanlah solusi fundamental pemerataan ekonomi, apalagi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sebab pemerataan ekonomi ala kapitalisme selalu fokus pada untuk dan rugi. Tingginya arus urbanisasi pasca lebaran dan banyaknya desa tertinggal hingga hari ini menunjukkan pemerataan ekonomi hanya ilusi.

 

Apalagi dengan sistem desentralisasi yang diterapkan mengakibatkan setiap desa harus berjuang mencari dana secara mandiri. Kesejahteraan desa sepenuhnya menjadi tanggung jawab setiap desa bukan tanggung jawab pemerintah pusat. Memang pemerintah memberikan dana pembangunan desa, akan tetapi maraknya kasus korupsi dana desa turut memperburuk pembangunan desa.

 

Hal ini berbeda dengan konsep Islam dalam mengatur desa. Islam memandang bahwa imam atau khalifah bertanggungjawab atas rakyat. Pemenuhan kebutuhan rakyat berupa : sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan, dan kesehatan merupakan tanggungjawab negara.

 

Islam tidak membedakan antar pusat negara dan desa sebab semua adalah rakyat yang harus diurus sesuai dengan syariat islam.

 

pemerataan ekonomi dalam islam memastikan distribusi kekayaan individu per individu. Standar sejahtera dalam islam adalah saat semua rakyat terpenuhi kebutuhannya individu per individu. Negara dikatakan gagal memenuhi kebutuhan rakyat jika masih ada rakyatnya yang kelaparan meskipun hanya satu individu.

 

Rasulullah Saw. bersabda :“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya.” (HR.Bukhari).

 

Para pemimpin umat Islam telah mencontohkan tata cara meriayah umat mulai dari Rasulullah Saw., Khulafaur Rasyidin hingga para khalifah setelahnya. Bahkan khalifah Umar bin Khattab terbiasa memanggul gandum dan mengantarkannya sendiri kepada rakyat yang membutuhkan baik siang maupun malam hari.

 

Tidak cukup sampai disini khalifah Umar Alfaruq juga terbiasa patroli di malam hari melihat kondisi rakyatnya untuk mengetahui keadaan rakyatnya, hingga sampailah kisah yang masyhur pada kita ketika seorang ibu memasak batu demi menenangkan anaknya.

 

Saat itu khalifah Umar menangis karena kelalaiannya sehingga tidak tahu ada diantara rakyatnya yang tidak punya bahan makanan. Khalifah Umar bergegas memanggul gandum kemudian memasaknya dan menyuapi anak-anak perempuan tersebut.

 

Sungguh kita rindu pemimpin yang benar-benar berniat mensejahterakan rakyat karena takwa pada Allah bukan sebatas narasi apalagi hanya sekedar mencari sensasi dan basa basi. Ini menjadi bukti narasi pemerataan ekonomi hanya bisa terwujud dalam naungan aturan Islam.Wallahu’alam. [LM/ry].

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis