Banjir Pengangguran, Negara Ngapain aja?


Ariani
Penulis Muslimah

 

LenSa Media News__ Pada era globalisasi, setiap negara bersaing memperoleh benefit semaksimal mungkin dari globalisasi ekonomi tak terkecuali Indonesia.Salah satu caranya adalah dengan bergabung dalam beberapa kerjasama ekonomi dan perdagangan regional maupun global. Indonesia kali pertama terlibat di perdagangan bebas pada tahun 1992 dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang merupakan perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN. Tujuan AFTA adalah menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produknya memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional (kompas.com, 09-04-2023). Namun ini malah menyebabkan melimpahnya produk asing yang mematikan produk lokal. Tidak heran, karena modal produksi negara-negara besar lebih kuat daripada pelaku industri lokal apalagi dengan perjanjian 0% tarif bea cukai impor semakin mematikan industri lokal dan akhirnya angka pengangguran meroket.

 

Babak belur di AFTA, pada 6 November 2001, Indonesia malah bergabung dengan kesepakatan kerjasama ekonomi dan pendirian wilayah perdagangan bebas antara ASEAN dan RRC yang disebut CAFTA (China-Asean Free Trade Area). Goal utamanya adalah kerjasama perdagangan, ekonomi, serta investasi antar negara ASEAN dan RRC (kompasiana.com, 20-06-2010). Dari sinilah Hubungan Indonesia dengan RRC makin mesra seiring dengan gelontoran investasi RRC ke Indonesia (kumparan.com,18-10-2023).

 

Meski kucuran investasi RRC tinggi namun ternyata angka pengangguran masih juga tinggi. Data BPS tahun 2023 menunjukkan 9,9 juta penduduk usia 15-24 tahun masuk ke dalam kategori tidak sedang belajar, bekerja, dan dalam pelatihan (cnbcindonesia.com, 27-05-2024). Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional PPN/Bappenas Maliki mengatakan bahwa salah satu faktornya adalah salah memilih sekolah dan jurusan, juga terdapat ketidakcocokan antara apa yang dipelajari di sekolah atau pelatihan dengan permintaan dunia kerja (cnbcindonesia.com, 21-05-2024).

 

Padahal, menyambut MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) 1997, Indonesia telah melakukan sinkronisasi kurikulum dengan industri, revitalisasi dan upskilling guru kejuruan, pendirian perguruan tinggi vokasi dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang menerbitkan sertifikat bagi pencari kerja yang diakui se-ASEAN namun tetap saja angka pengangguran masih tinggi. Mestinya, pada sisi investasi, MEA dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi karena investasi diharapkan membuka lapangan pekerjaan baru.

 

Sesungguhnya, perdagangan bebas adalah skema penjajahan gaya baru yaitu penjajahan ekonomi. Salah satu dampak negative CAFTA adalah serbuan investasi RRC yang mensyaratkan skema Turnkey Project Management yaitu sebuah model investasi yang mensyaratkat sistem satu paket, mulai dari managemen, mesin, tenaga ahli, bahkan metode dan jutaan tenaga (kuli) didropping dari RRC (nusantarakini.com, 13-03-2018). Skema Investasi ini adalah salah satu strategi Belt Road Initiative (BRI) yaitu program investasi RRC di negara-negara berkembang yang diharapkan akan menghidupkan lagi rute perdagangan Jalur Sutra.

 

Investasi dari RRC melonjak dalam 10 tahun terakhir ini sejalan dengan program hilirisasi (proses pengolahan bahan tambang menjadi produk jadi yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dan larangan ekspor bijih nikel mentah). Pada 2014-2023, produksi bijih nikel tahunan melonjak 395%. Banyak perusahaan RRC berkejaran untuk mengeruk nikel. Pada periode ini, jumlah smelter nikel terbangun dari 31 unit menjadi 116 unit (bbc.com, 29-01-2024) tentunya mereka membawa tenaga-tenaga kerja dari negara mereka sesuai skema Turnkey Project Management. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, jumlah tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia mencapai 121. 206 orang pada September 2023 dan sebanyak 57.738 TKA berasal dari RRC (data.goodstats.id, 3-11-2023).

 

Jelas sekali, masalah ini terjadi karena negara salah urus. Dalam Islam, tambang apa pun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak adalah harta milik umum (milkiyyah ‘ammah). Kepemilikan ini memiliki kebermanfaatan besar dan menyangkut hajat hidup masyarakat. Hak ini tidak boleh dikuasai oleh negara, namun pengelolaannya dilaksanakan oleh negara sebagai wakil rakyat. Maka, haram investasi asing pada bahan tambang apalagi membawa kemudaratan dengan menghalangi umat Islam mendapat hak penghidupan, baik kesempatan lapangan pekerjaan maupun hak pemenuhan hajatul udhuwiyah umat (sandang, pangan, papan, energi). Maka mewujudkan hal itu, umat Islam harus menerapkan syariat Islam dalam pengaturan negara ini di segala bidang kehidupan, khususnya di bidang ekonomi. Pada dasarnya prinsip ekonomi Islam bertujuan untuk meminimalisasi adanya kesenjangan pada umat, pemerataan kesejahteraan pada umat, ketika rakyatnya kesulitan mendapatkan lapangan pekerjaan, maka negara harus segera mengupayakannya.

Please follow and like us:

Tentang Penulis