Gagal Ginjal Melanda Gen Alpha, kok Bisa sih?
![Gagal ginjal_20240808_182519_0000](https://lensamedianews.com/wp-content/uploads/2024/08/Gagal-ginjal_20240808_182519_0000-1024x1024.jpg)
Oleh: Nuril Hafidzah
LenSaMediaNews.com__Belum lama ini heboh kabar terkait banyaknya ‘bocah-bocah’ yang menjalani prosedur cuci darah di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) akibat penyakit ginjal. Hal ini tentu memprihatinkan lantaran mereka harus menjalani perawatan seumur hidup di usia yang masih belia. Menteri Kesehtan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tingginya kasus masalah kesehatan ginjal. Gagal ginjal secara umum disebabkan oleh minimnya edukasi dalam masyarakat, khususnya soal kesehatan ginjal dan gaya hidup.
Menkes Budi juga menyoroti kebiasaan minum manis berlebihan sebagai salah satu hal yang bisa meningkatkan risiko kerusakan ginjal di usia muda. Ia mengatakan saat ini anak-anak dapat dengan mudah mengonsumsi minuman manis secara berlebihan. Hingga pada akhirnya menjadi salah satu faktor risiko gagal ginjal di kemudian hari (health.detik.com, 30-7-2024).
Tercampurnya bahan kimia dan serba instan (fast food) saat ini, khususnya di kalangan bocah menjadi tren. Banyak merek makanan dan minuman yang baru bermunculan di kalangan masyarakat. Sehingga terjadi pola konsumtif berlebihan. Pola konsumtif ini tidak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan sekularisme dan kapitalisme yang diadopsi oleh masyarakat.
Apa itu sekularisme dan kapitalisme? Sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Sedangkan kapitalisme adalah berkuasanya pemilik modal dalam menjalankan produksi makanan dengan landasan supply dan demand. Selama ada permintaan, maka industri makanan dan minuman terus berproduksi meskipun produk tersebut berefek negatif.
Tentu saja gaya hidup konsumtif ini jika dibiarkan akan menjadikan kualitas generasi akan melemah. Di waktu yang sama akan menciptakan bahaya besar bagi negeri ini berupa ancaman lost generation.
Butuh ada solusi yang tepat. Karena persoalan ini diakibatkan oleh sistem, maka solusi mendasarnya adalah mengganti sistem rusak tersebut dengan sistem yang menjamin tidak memunculkan masalah cabang, sistem yang sempurna dan paripurna. Tentunya sistem tersebut datangnya dari yang Allah, Sang Pencipta dan Sang Pengatur, yaitu sistem Islam.
Islam mengatur pola konsumsi dengan konsep halal dan thoyyib. Allah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 88:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
Makna halal mempunyai makna terbebas dari segala bentuk zat yang telah diharamkan dalam Islam. Seperti darah, bangkai, daging babi, hewan yang disembelih tanpa asma Allah dan binatang bertaring. Sedangkan makna thoyyib artinya makanan tersebut harus baik untuk kesehatan manusia, tidak boleh merusak dan membahayakan tubuh, kesehatan, akal, dan kehidupan manusia. Halal dan thoyyib bukan berarti sebagai anjuran, namun wajib dijalankan baik oleh individu, masyarakat, bahkan negara.
Aturan atau syariat yang diterapkan oleh pemerintahan Islam yaitu dalam daulah khilafah sebagai berikut: Pertama, daulah khilafah mengedukasi masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Di mana masyarakat akan dididik agar memiliki kepribadian Islam sehingga pola pikir dan sikap sesuai tuntunan Islam. Memastikan makanan yang diproduksi ataupun yang dikonsumsi sesuai standar syariat.
Makanan harus halal dan thoyib tidak boleh ada zat berbahaya yang di dalamnya (HR Ibnu Majah dan Thabrani). Makanan tidak boleh berasal atau bercampur dengan zat haram (HR. Tirmidzi). Ketika masyarakat memahami sesuai syariat perihal makanan, upaya preventif bisa dilakukan agar masyarakat terhindar dari pola makan yang salah.
Kedua, memahamkan tujuan konsumsi makanan sehat membuat badan sehat dan gizi terpenuhi. Sehingga optimal dalam beribadah. Dalam pendidikan Islam pula, daulah khilafah akan menjaga agar rakyatnya terjaga dari pola konsumsi yang konsumtif dan terhindar dari sekedar mengikuti tren.
Khalifah Umar bin Khattab, pernah menegur rakyatnya yang memiliki perut buncit. Beliau memerintahkan dia untuk membenahi pola makannya. Negara akan menetapkan undang-undang terkait produksi makanan berdasarkan surat Al-Maidah ayat 88.
Dalam buku ‘Fikih Ekonomi’, tergambar jelas bagaimana Khalifah Umar mengatur dan memastikan bahwa rakyatnya terhindar dari produksi dan pola konsumsi menyimpang. Daulah Islam akan memberikan sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan syariat terkait makanan.
Dengan semua mekanisme ini, daulah khilafah mampu memastikan masyarakatnya termasuk anak-anak terhindar dari pola konsumsi yang salah. Dengan begitu anak-anak terhindar penyakit serius seperti gagal ginjal, diabetes dan penyakit lainnya, akibat pola makan yang salah.
MasyaAllah, Islam itu mempunyai aturan yang lengkap. Mulai urusan makanan pun diatur oleh Allah dalam aturan Islam. Yuk, kembali ke Islam kaffah agar hidup makin berkah.
Wallahu a’lam bishawab. [LM/Ss]