Pembangunan Infrastruktur untuk Masyarakat Sering Terhambat: Apa Sebabnya?
Oleh. Ferrina Mustika Dewi
Pegiat Dakwah Remaja
LenSa MediaNews__ Lagi-lagi, pembangunan infrastruktur untuk rakyat gagal. Bagaimana nih, Guys ? Persoalan infrastruktur ini serius dan enggak seharusnya terjadi, lho. Ada beberapa fasilitas umum yang rusak, padahal tempat-tempat ini termasuk kebutuhan penting masyarakat. Seharusnya negara bisa menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang layak, dong.
Kita tengok saja masalah revitalisasi Pasar Bantargebang yang terhambat. Proyek ini beberapa kali terhenti, karena ada masalah internal dari pengembang. Hingga pembangunan proyek ini baru mencapai kurang lebih 60 persen pada akhir Juli ini.
Fyi, renovasi pembangunan Pasar Bantargebang tidak memakai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi, tapi dari investasi swasta atau pengembang. Nilai investasi revitalisasi pasar tersebut ditetapkan sebesar Rp. 42 miliar dengan target waktu selama delapan bulan. Sejak tahun 2023 lalu dan direncanakan selesai pada Mei 2024 lalu berujung mangkrak. Duh!
Budiman, selaku Kepala Bidang Pasar Disperindag Kota Bekasi, mengatakan telah memanggil PT Javana Arta Perkasa, pengembang Pasar Bantergebang Kota Bekasi. Pemanggilan dilakukan untuk evaluasi keterlambatan revitalisasi pasar tradisional ini. “Terakhir ada masalah manajemen, pembangunan tidak mencapai target yang ditargetkan,” jelasnya (radarbekasi.id, 27-07/2024).
Dari fakta-fakta di atas bisa kita lihat, Pemerintah Kota Bekasi seolah-olah berlepas tangan dari mengurus urusan masyarakat. Seluruh proyek revitalisasi pun diberikan pengurusannya kepada swasta. Itulah sebabnya dalam pelaksanaannya menggunakan azas untung dan rugi. Jadi wajar, sih, kalau proyek tersebut jadi terhambat.
Berbeda dalam Islam, pembangunan fasilitas umum merupakan bentuk pelayanan negara kepada publik. Negara harus memprioritaskan pembangunan fasilitas yang mendesak, sehingga tidak akan melalaikan kebutuhan masyarakat terkait pasar, jalan, dan juga fasilitas lain yang menunjang keselamatan warga. Kalau ditunda pembangunannya akan menimbulkan bahaya atau dharar pada masyarakat. Negara juga harus membuat peta pembangunan berkelanjutan, sampai mampu membuat skala prioritas dalam setiap perencanaan proyek.
Jadi, pemimpin (Khalifah) dalam Islam akan berupaya mencegah terjadinya dharar. Khalifah juga orang yang bertanggung jawab atas rakyatnya, tidak sekalipun menyerahkan tanggung jawabnya pada operator atau swasta, sebagaimana sabda Rasulullah dalam riwayat Bukhari :
اَلإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.”
Begitu pentingnya tanggung jawab pemimpin ya, Guys. Seluruh pembiayaan pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum yang mendasar juga tidak memperhatikan ada atau tidak ada dana APBN atau dana di baitulmal. Jika tidak mencukupi, maka negara bisa memungut dharibah atau pajak dari masyarakat muslim yang kaya. Kalaupun waktu pemungutan dharibah memerlukan waktu lama dan infrastruktur harus segera dibangun, maka Negara boleh meminjam kepada pihak lain dengan batasan yang sangat jelas, tidak ada unsur riba atau menyebabkan negara bergantung pada pemberi pinjaman (muslimahnews.net, 16-07-2024).
Karena hal tersebut, Islam mampu melahirkan para pemangku kekuasaan yang amanah, beriman, dan bertakwa pada Allah Ta’ala. Syari’at Islam jadi tolak ukur segala perbuatan manusia dan warga negara Islam. Para penguasa harus paham betul konsekuensi yang ada, saat menerima beban sebagai pengurus rakyat (lensamedianews.com, 13-11-2024).
Seperti yang disabdakan Rasulullah, saat Abu Dzar berkata,“Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku (seorang pemimpin)?” Lalu, Rasul memegang pundakku dengan tangannya lalu bersabda, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah dan kekuasaan itu adalah amanah. Sesungguhnya kekuasaan itu pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu”(HR Muslim).[]
Wallahu’alam.