Rangking Satu Pengangguran Tingkat ASEAN, Indonesia!
Oleh : Nurjannah Sitanggang
LenSa Media News–Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka pengangguran tertinggi di Asia tenggara (ASEAN). Jumlah pengangguran di Indonesia mencapai hampir 7,2 juta orang pada Februari 2024 (katadata,07/05/2024).
Tentu ini fakta yang sangat memprihatikan. Sebab, hal ini kontras dengan kondisi riil di negeri kita. Tidak kita pungkiri bahwa kita kaya akan sumberdaya alam. kita juga memiliki lahan perkebunan yang luas. Hutan dan perairan juga sangat luas. Apa gerangan alasan logis yang menjadikan pengangguran begitu banyak?
Tidak hanya itu, negara kita juga membuka kran tenaga kerja asing yang tidak sedikit. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), terdapat sekitar 168 ribu tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia sepanjang 2023.
Jumlahnya naik 50,66% dibanding 2022 yang sebanyak 111 ribu orang. Pada 2023 mayoritas TKA berasal dari China, yaitu 82.623 orang atau 49,18% dari total TKA tahun lalu. Berikutnya ada TKA dari Jepang 15.961 orang (9,49%) dan Korea Selatan 15.660 orang (9,31%) (katadata, 06/05/2024).
Melihat fakta ini, kita prihatin dan miris. Muncul tanya, untuk apa TKA diterima jika rakyat sendiri justru menganggur? Bukankah tidak lebih baik memprioritaskan rakyat terlebih dahulu baru membuka kran terhadap TKA?
Mungkin ada yang mengatakan wajar TKA diterima karena mereka lebih profesional dan lebih menguasai teknologi. Padahal pada kenyataannya TKA yang masuk pun tidak semuanya tenaga profesional bahkan banyak kategori buruh kasar.
Di Sulawesi Tengah, tenaga kerja asing (TKA) dari China diketahui banyak bekerja di pabrik pemurnian logam. Tenaga kerja asing pada awalnya bekerja sebagai buruh kasar. Ada yang jadi helper, gali got atau drainase, dan bawa alat berat. Lalu, pelan-pelan ada yang naik posisinya. Jadi, pekerjaan-pekerjaan itu sebenarnya tidak membutuhkan keterampilan khusus yang artinya bisa dikerjakan tenaga lokal (Kompas.com, 22/10/2020).
Lebih dari itu, sebenarnya kurikulum pendidikan baik SMK maupun PT (Perguruan tinggi) juga telah mengarahkan outputnya untuk siap bekerja. Akan tetapi ternyata outputnya justru ngangur karena tidak cukupnya lapangan pekerjaan.
Muncul berita bahwa 2035 akan ada banyak lapangan pekerjaan, hal itu dikatakan oleh Rektor ITB Kadarsah Suryadi di tahun 2017 lalu. Menurut perkiraannya, tenaga kerja Indonesia akan menjadi bahan rebutan negara-negara di dunia pada 2035.
Menurutnya, pada 2030 negara maju akan didominasi pekerja robot, sebagai konsekwensi kemajuan teknologi, sedangkan Indonesia justru akan menghadapi bonus demografi inilah yang akan menjadi rebutan dunia, sebab negara mereka dipenuhi dengan usia tidak produktif. Kadarsah sekaligus mengingatkan pemerintah untuk mempersiapkan hal ini (liputan6.com, 9/12/2017)
Melihat kenyataan sekarang bukan tidak mungkin bonus demografi yang dialami Indonesian beberapa tahun mendatang justru meningkatkan pengangguran dan kriminalitas. Sebab sekarang saja pengangguran sudah membludak.
Sungguh ini semua berawal dari salahnya aturan yang diterapkan. Sistem sekuler yang menjauhkan aturan Allah dari kehidupan. Alhasil, kehidupan diatur sesuai nafsu manusia.
Dibuatlah aturan atas nama undang-undang tapi akhirnya hanya mengakomodir kepentingan pengusaha dan penguasa. Sebab sistem kapitalisme memang melahirkan kebijakan pro oligarki. Persekongkolan para penguasa dan pengusaha sejak awal sebelum menjabat meniscayakan kekuasaan mengabdi demi kepentingan oligarki.
Hal ini tentu berbeda dengan aturan Islam. Dalam Islam, negara atau pemimpin hadir memang untuk mengurus rakyat. Bekerja mencari nafkah menjadi kewajiban syariat bagi kaum laki-laki dewasa untuk menafkahi keluarganya.
Negara berperan menyediakan lapangan pekerjaan dan hal-hal yang dibutuhkan untuk itu, termasuk membangun sistem pendidikan yang menunjang keahlian hingga mampu bekerja sesuai kapasitas dan profesionalitasnya.
Negara tidak boleh berpangku tangan atas sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Apalagi berhenti pada regulasi kemudian berharap swasta untuk membangun lapangan kerja untuk rakyat. Tindakan seperti ini merupakan tindakan tidak bertanggungjawab.
Sebaliknya negara harus hadir membuka lapangan kerja yang luas dengan cara mengelola berbagai kekayaan yang ada dengan benar. Negara juga harus mengembalikan kepemilikan sumber daya alam kepada umat bukan menyerahkan pada swasta atas nama investasi.
Allah Swt. nerfirman : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”(TQS. Ar Rum : 41).Wallahualam bissawab. [LM/ry].