Islam Mengatasi Food Loss and Waste

Oleh: Anggi

 

LenSaMediaNews.com__Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas) mencatat potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat food loss and waste mencapai Rp213 triliun hingga Rp551 triliun setiap tahun. Ini setara dengan 4 hingga 5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara. 

 

Selain itu, emisi gas rumah kaca dari timbulan sampah sisa makanan mencapai 1072,9 juta ton karbon dioksida. Namun, jika sisa makanan yang masih layak untuk dikonsumsi dapat dimanfaatkan, Indonesia tidak hanya dapat menghemat potensi kerugian ekonomi, tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

 

Menurut data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), jumlah timbunan sampah nasional tahun 2023 mencapai 26,2 juta ton, lebih rendah dari tahun 2022 yang mencapai 37,73 juta ton (tirto.id, /3/7/2024).

 

Masalah food loss and waste merupakan masalah global yang tidak hanya terjadi di Indonesia. Menurut data yang dikutip dari Unnes.ac.id (13/7/2024), sekitar satu per tiga dari semua makanan yang diproduksi untuk dikonsumsi manusia di seluruh dunia dibuang sebagai sampah.

 

Jumlah sampah makanan yang dibuang setiap tahun mencapai 1,3 miliar ton. Nilai dari sampah makanan yang dibuang tersebut diperkirakan sekitar 680 miliar USD untuk negara-negara maju dan 310 miliar USD untuk negara-negara berkembang.

 

Di sisi lain, ada 795 juta orang di seluruh dunia yang menderita kelaparan. Jika kita mempertimbangkan total sampah yang dihasilkan setiap tahun, jumlah tersebut sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan seluruh populasi dunia, yaitu sekitar 2 miliar orang.

 

Food Waste telah menjadi problem dunia yang sangat erat kaitannya dengan konsumerisme. Budaya konsumtif yang meracuni umat hari ini sejatinya merupakan buah penerapan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme telah menanamkan cara pandang hidup yang batil di tengah masyarakat, bahwa kepuasan materi adalah ukuran kebahagiaan. Sehingga manusia berlomba mengejar kehidupan hedonis tanpa memikirkan dan mengaitkan dengan batasan yang ditetapkan syariat Islam.

 

Industri kapitalisme pun sangat fokus pada aspek produksi. Sistem ekonomi ini telah menempatkan persoalan ekonomi pada aspek produksi sehingga pabrik-pabrik termasuk pabrik makanan terus bermunculan. Kehidupan konsumerisme dan hedonisme sungguh telah mengaburkan umat Islam dari identitas Islamnya. Mereka tidak lagi berpikir mendalam dalam aktivitas kehidupannya. Apakah sesuai syariat Islam atau tidak.

 

Selain rusaknya cara pandang hidup umat, fenomena food waste menunjukkan buruknya manajemen negara dalam distribusi harta sehingga mengakibatkan ketimpangan ekonomi. Sistem ekonomi kapitalisme mengandalkan mekanisme pasar dalam menyelesaikan problem distribusi. Padahal hal tersebut hanya menciptakan kesenjangan ekonomi antara kelompok kaya dan miskin. Serta akan menimbulkan masalah lain seperti kasus beras busuk di Gudang Bulog, pembuangan sembako untuk stabilitas harga, dan lain sebagainya.

 

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki pengaturan terbaik dalam mengatur konsumsi dan juga distribusi harta yang mampu menjauhkan masyarakat dari sifat mubazir dan berlebih-lebihan. Sebagai pengurus umat, Khilafah menjamin kesejahteraan setiap individu masyarakat dengan pengaturan yang cermat dan berlandaskan syariat, sehingga akan terwujud distribusi yang merata dan mampu mengentaskan kemiskinan hingga mencegah food waste.   

 

Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya di sektor pertanian, industri, perkebunan, perdagangan hingga jasa. Hal ini akan meningkatkan daya beli masyarakat. Negara juga menjamin pelayanan pendidikan kesehatan dan keamanan setiap warga negara secara cuma-cuma. Selain itu negara melarang penguasaan aset-aset strategis milik rakyat dikuasai pihak swasta atau pemilik modal. Sebab pada dasarnya harta tersebut adalah milik rakyat.

 

Kesejahteraan ini didukung dengan pengkondisian masyarakat agar beriman dan bertakwa melalui penerapan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam. Individu masyarakat dalam khilafah akan dididik agar memiliki kepribadian Islam. Sehingga pola pikir dan pola sikapnya Islami. Islam menetapkan hukum terkait zakat, waris, dan sedekah sunah menjadi bagian dari mekanisme distribusi harta.

 

Demikianlah Islam menghapuskan perilaku konsumtif di tengah masyarakat yang memadukan ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan peran negara yang tidak mengabaikan hukum-hukum Allah. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis