Ironi Kelaparan di Tengah Gempuran Food Waste

Ironi Kelaparan di Tengah Gempuran Food Waste

 

Oleh: Nurhayati, S.S.T.

 

LenSaMediaNews.com – Sejak 2019 di Indonesia muncul istilah food waste atau sampah makanan. Yakni sampah ini dihasilkan dari hasil konsumsi yang tidak habis konsumsi juga sampah yang dihasilkan dari mis management pengolahan makan. Pada tahun 2020 Indonesia masuk dalam kategori penghasil sampah makanan urutan kedua, setelah Arab Saudi (unnes.ac.id, 13/6/2024).

 

Pada tahun 2021, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional mencatat sampah sisa makanan Indonesia mencapai 46,35 juta ton dalam skala nasional. Jumlah ini menduduki komposisi terbesar dari total sampah yang dihasilkan bahkan melebihi sampah plastik yaitu 26,27 ton. Berdasarkan hal ini yakni dari kajian Bapennas sampah makanan ada sekitar 115-184 kg/kapita/tahun. Jika di rata-ratakan setiap individu menyumbang 1 kwintal sampah pangan per tahun. Hal ini berdampak pada kerugian ekonomi negara Rp. 213-551 T/tahun.

 

Pola Konsumerisme dan Bencana Kelaparan

Dari data di atas, kita dapat menarik kesimpulan sementara bahwa dari banyaknya sampah makanan yang jika disalurkan, dapat memberi makan sebanyak 61-125 juta penduduk Indonesia atau sekitar 47% dari total populasi Indonesia. Bencana food waste ini juga mencuat di era saat ini, ketika kebiasaan masyarakat urban yang menjadikan makanan bukan hanya sebagai pemuas kebutuhan perut, tetapi juga sebagai ajang estetika dan gaya hidup. Hingga akhirnya banyaknya sampah makanan akibat perilaku konsumtif dan tidak adanya manajemen.

 

Sulitnya individu memilah antara kebutuhan dan keinginan, menjadikan pola konsumerisme di masyarakat semakin menjadi. Hingga sampah makanan ini, bukan hanya berbicara soal pemenuhan pangan semata. Namun, kita juga berkontribusi akan kemiskinan dan stunting, yang menjadi momok menakutkan pemerintah dalam penanganan stunting di negeri kita.

 

Angka food waste sangat kontras dengan angka stunting di Indonesia, yang menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) prevalensi stunting di angka 21,5 %. Masih jauh dari target pemerintah yakni di angka 14 %. Maka sampah makanan harusnya menjadi perhatian serius. Baik bagi individu, terlebih negara yang memiliki kekuatan penuh dalam mengontrol pendistribusian pangan. Semua agar merata, tidak melimpah pada satu pihak, sedang yang lainnya sulit mendapatkan. Bahkan ada kelompok masyarakat yang tidak mampu membelinya. Juga kasus berton-ton beras membusuk di gudang bulog, pembuangan sembako untuk stabilisasi harga, adalah contoh bahwa pemerintah pun menjadi penyumbang sampah makanan.

 

Penanganan Food Waste dalam Islam

Berlimpahnya sampah makanan adalah cerminan dari perilaku konsumtif, yang tidak didasarkan bukan kebutuhan mendasar. Namun karena tidak adanya kesadaran individu akan pengelolaan kebutuhan makan. Perilaku mubadzir adalah kelaziman di era ini. Yakni manusia tidak mementingkan akan kecukupan saja, tetapi berkelimpahan makanan yang akhirnya makanan sisa hanya memutus mata rantai konsumsi.

 

Perilaku mubadzir diharamkan dalam Islam, karena menjadikan seseorang bersikap berlebih-lebihan. Maka Islam mengajarkan kita untuk hidup qana’ah atau merasa cukup. Tidak perlu berlebihan, sebab semua ada takarannya. 1/3 untuk makan, 1/3 untuk minum sisanya untuk bernapas. Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (TQS. AL Isra[17]:27).

 

Berikut beberapa upaya dalam penanganan food waste. Dimulai dari diri sendiri, yakni komitmen untuk melakukan food preparation. Yaitu manajemen bahan makanan yang akan kita kelola, dan dihabiskan dalam tempo yang sudah diatur dalam kurun waktu 1 pekan misalnya. Menjadikan kita memiliki pola untuk menghabiskan apa yang sudah kita sediakan. Juga kita harus menumbuhkan empati terhadap lingkungan sekitar, dengan membantu sesuai kemampuan dalam hal ini memberi yang menjadi “kelebihan” kita.

 

Pada level negara juga memiliki andil yang sangat besar, dalam memutus mata rantai food waste ini dengan pemberlakuan pembatasan konsumsi dan distribusi. Memberikan pengaturan sedemikian rupa, akan konsumsi rumah tangga, negara, dan industri. Negara punya pedoman penyaluran pangan agar tepat sasaran. Bukan sekadar menyalurkan bahan baku makanan namun tidak memastikan rakyat tanpa terkecuali dapat memperolehnya dengan cara yang mudah.

 

Fenomena food waste dapat diminimalisir, jika individu memiliki kesadaran dan negara menerapkan aturan yang benar dan sesuai dengan fitrah manusia, yaitu Islam. Islam mengajarkan hidup yang cukup dan tidak berperilaku mubadzir. Islam membentuk karakter individu yang mengedepankan kepada keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Apa yang dikonsumsi benar halal dan thayib dan tidak berlebihan.

Wallahu’alam bishowwab. 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis