Blokir X, Bukan Solusi Hentikan Pornografi

Lensa Media News, Surat Pembaca- Indonesia dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar dunia memiliki aturan yang melarang penyebaran konten dewasa bermotif pornografi di media sosial. Terlepas dari fakta tersebarnya pornografi yang tak lulus sensor, namun begitulah aturan awalnya. Hal ini sejalan dengan undang-undang informasi dan transaksi elektronik (ITE) yang menetapkan sanksi 6 tahun penjara bagi penyebar konten pornografi.

 

Kini platform X (Twitter) yang memiliki 24,85 juta pengguna terancam diblokir dari Indonesia akibat membebaskan konten pornografi sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Budi Arie Setiadi. Di lain kesempatan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan menyebut pihaknya hanya akan memblokir platform nya, bukan kontennya dikarenakan aspek otoritas serta menghimbau pengguna media sosial untuk bermigrasi ke platform lain.

 

Jika hari ini pengguna media sosial beralih menggunakan platform lain hakikatnya tidak bisa menuntaskan masalah pornografi karena konten pornografi bisa tersebar di mana saja dan kapan saja. Jika platform X diblokir dengan alasan tersebut sementara berbagai aspirasi kritis masyarakat lebih banyak dan lebih cepat tersebar di platform tersebut maka sangat disayangkan dan patut dicurigai karena dinilai bisa membungkam aspirasi.

 

Konten-konten pornografi sejatinya memang dipelihara dalam sistem kapitalisme, karena ia bisa menguntungkan secara ekonomi khususnya bagi produsen sebagaimana game, judi online dan pinjaman online. Beda perlakuan jika yang tersebar adalah konten-konten yang berisi seruan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, maka dianggap radikal dan membahayakan.

 

Oleh karena itu sudah seharusnya negara fokus pada akar masalah yakni pemberantasan situs dan konten pornografi tersebut seraya mengawal semua platform dalam penggunaannya. Sementara gaung aspirasi yang mengarah pada seruan kebenaran maka harus diberi ruang. Karena sejatinya media sosial apapun hanyalah sarana teknologi yang hukumnya boleh di dalam Islam. Tugas negara lah dalam hal ini memastikan semua fungsi platform berjalan lancar sesuai syariat. Maka tidak ada jalan lain kecuali mengganti sistem kapitalisme saat ini dengan sistem khilafah yang akan menerapkan hukum Islam secara menyeluruh (kafah) serta memberi sanksi tegas kepada setiap rakyat yang melanggar hukum syara tersebut.

 

Fatimah Nafis

 

[LM, Hw]

Please follow and like us:

Tentang Penulis