Perizinan Freeport vs Kelola Tambang dalam Islam


Oleh : Nurul Fitri H

 

LenSa MediaNews__Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi memberikan peluang perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) bagi PT Freeport Indonesia hingga cadangan tambang habis. Bahkan, proses pengajuan perpanjangan izin bisa dilakukan dalam waktu dekat.

 

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024. Beleid ini memuat perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

 

Ketentuan mengenai perpanjangan izin tambang tertuang dalam pasal 195A dan 195B. Ketentuan ini diteken Kepala Negara pada 30 Mei 2024, dan langsung berlaku pada waktu yang sama. Melalui aturan itu, pemerintah bisa memberikan perpanjangan izin dengan catatan adanya tambahan porsi saham sebesar 10 persen kepada pemerintah. Dengan begitu, saham milik pemerintah di PT Freeport Indonesia bisa menjadi 61 persen (www.liputan6.com).

 

Sungguh pengaturan yang tak imbang, harusnya Indonesia sebagai pemilik lahan tambang memiliki 100 persen dari emas Freeport, namun ini hanya 61 persen itu pun setelah berpuluh-puluh tahun dikuasai oleh perusahaan tambang emas anak usaha dari perusahaan Amerika Freeport-McMoRan, penambangan Ertsberg dimulai Freeport sejak Maret 1973.

 

Begitulah jika pengaturan tambang diatur dengan ideologi sistem kapitalisme, semua berdasar untung rugi yang memihak pada pengusaha dan penguasa, tak ada keuntungan sedikitpun pada rakyatnya.

 

 

Sistem ekonomi kapitalis adalah suatu sistem yang menyerahkan kebebasan kendali ekonominya pada pelaku atau pihak swasta untuk mengambil keuntungan. Pihak swasta yang dimaksud dalam hal ini adalah masyarakat, perusahaan ataupun perorangan. Pengertian kapitalis adalah pihak swasta yang memiliki modal besar. Kapitalis adalah orang yang akan mengendalikan sektor industri, perdagangan, dan sektor ekonomi lainnya untuk memperoleh keuntungan semaksimal mungkin. (www.ocbc.id)

 

 

Bagaimana Islam Mengelola Barang Tambang

Islam sebagai sebuah ideologi, memiliki tata kelola yang khas mengenai pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Dalam Islam, air, hutan, dan energi adalah milik umum. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

 

Hadis tersebut telah dengan tegas menyampaikan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Pengelolaannya pun tidak boleh diserahkan ke swasta, melainkan harus sepenuhnya dikelola negara dan dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk layanan publik.

 

 

Terkait barang tambang, telah dijelaskan oleh HR Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal. Saat itu, Abyad meminta kepada Rasulullah saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul pun membolehkannya. Namun, tidak lama kemudian, beliau diingatkan oleh sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan (bagaikan) air mengalir (ma’u al-‘idda).” Berkata (perawi), “Kemudian beliau saw. menarik kembali tambang tersebut.”

 

Pengelolaan negara yang mandiri atas SDA setidaknya memberikan dua keuntungan: pertama, hasil pengelolaannya menjadi sumber pemasukan negara yang amat besar sehingga negara mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Kedua, negara bisa terbebas dari utang luar negeri yang amat menyandera kebijakan dalam negeri sehingga negara bisa terlepas dari campur tangan asing.

 

Kas negara (baitulmal) yang begitu besar dari pengelolaan SDA ini, bisa dialokasikan untuk biaya eksplorasi dan eksploitasi SDA. Mulai dari biaya tenaga kerja, pembangunan infrastruktur, penyediaan perlengkapan, dan segala hal yang berhubungan dengan pengelolaan SDA.

 

Khalifah boleh dan bisa membagikan secara langsung hasil SDA yang siap dikonsumsi kepada rakyat, bisa juga dalam bentuk pelayanan kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Yang jelas, semua harus kembali kepada rakyat sebab pemilik hakiki SDA yang melimpah adalah rakyat.

 

Sesungguhnya jika syariat Islam diterapkan di negeri ini, tentu tidak akan ada yang namanya perampasan harta rakyat atas nama investasi. Pengelola tambang emas di Papua sejatinya haram diberikan pada individu perorangan atau swasta, seharusnya negaralah yang siap mengelola dan memberikan hasilnya untuk rakyat.

 

Kita sebagai umat muslim harus memiliki daya tawar yang tinggi dihadapan penguasa kaum kafir yang ingin menguasai negri-negri kaum muslim. Sistem kapitalisme demokrasi yang mereka emban sebenarnya adalah senjata untuk menghancurkan kaum muslim beserta segenap aturan-aturannya.

 

Kaum muslim harus segera menghentikan perampasan ini dengan memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kafah agar kehidupan umat manusia sejahtera dan bahagia. Di bawah naungan Khilafah. Wallahu ‘alam bishshawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis