Jutaan Gen Z Menganggur, Masa Depan Generasi Terabaikan?
Oleh : Ratu Ummu Yahya
LenSa Media News–Sungguh menyedihkan, mayoritas penganggur di Indonesia ternyata adalah generasi muda (Gen Z). Generasi Z ( Gen Z) adalah anak muda dengan rentang usia 15-24 tahun (lahir tahun 1997-2012). Usia produktif bagi mereka untuk sekolah, beraktivitas dan berkarya. Namun saat ini tidak dimanfaatkan dengan baik untuk sekolah atau bekerja. Banyak di antara mereka menghabiskan waktu untuk aktivitas sia-sia seperti nongkrong di jalanan, game online, bahkan tak sedikit yang terjerat judi online.
Satu video menjadi viral yang memperlihatkan antrian ratusan pelamar kerja rela untuk melamar pekerjaan di sebuah warung seblak di sebuah kompleks pertokoan di Pasar Sindangkasih, Ciamis. Warung seblak tersebut membutuhkan 20 karyawan, tetapi yang melamar sampai 200 orang (Detik.com, 22/5/2024).
Muda Tanpa Kegiatan
Banyaknya pemuda tanpa kegiatan bukan semata disebabkan karena faktor diri. Faktor yang lebih dominan adalah kegagalan pemerintah dalam mencegah tingginya angkah NEET (Not in Education, Employment, or Training) atau Tanpa Kegiatan.
Kegagalan ini disebabkan karena tiga hal, yakni pertama, negara telah gagal menyediakan para pemudanya untuk menjadi sosok yang berkualitas melalui sistem pendidikan. Di mana sistem pendidikan ini nanti mampu membentuk para pemuda menjadi orang yang memiliki keahlian tertentu di bidangnya untuk bekal mereka dalam menjalani kehidupan. Selain itu, sistem pendidikan juga seharusnya mampu membentuk mental para pemuda menjadi mental yang tangguh sehingga tidak gampang menyerah ketika di hadapkan pada berbagai masalah hidup.
Kedua, negara telah gagal menyediakan pendidikan tinggi yang terjangkau oleh setiap rakyatnya, di mana yang kita tahu saat ini, yang menjadi sorotan banyak pihak yaitu tingginya UKT. Peningkatan luar biasa dari UKT di kampus-kampus negeri ini membuat banyak pemuda yang gagal kuliah karena tidak mampu membayarnya.
Ketiga, negara telah gagal menyediakan lapangan kerjaan bagi warga negaranya. Tingginya angka pengangguran sudah menjadi fakta tahunan di negeri ini. Tahun 2020 ada 9,8 juta orang pengangguran, 2021 sebanyak 9,1 juta orang, 2022 menurun menjadi 8,4 juta orang, dan naik drastis di tahun 2023 menjadi hampir 10 juta orang (IndonesiaBaik, 12/2023). Walaupun ada penurunan angka, namun angka ini masih tinggi. Data ini menunjukkan pada kita bahwa ada masalah yang belum terselesaikan oleh negara berhubungan dengan lapangan pekerjaan bari masyarakatnya.
Masa Depan Generasi Terabaikan
Sistem yang diterapkan di negeri ini adalah sistem sekuler kapitalisme yang membolehkan semua sumber kekayaan alam (SDA) dikelola dan dikuasai oleh perusahaan baik lokal, swasta, maupun luar negeri. Inilah yang menyebabkan tidak terserapnya tenaga kerja akibat penyerahan pada mekanisme pasar. Selain itu, investasi yang dilakukan perusahaan-perusahaan ialah investasi padat modal, bukan padat karya. Hasilnya adalahnya sulitnya bagi rakyat mendapatkan lapangan pekerjaan.
Jutaan Gen Z menganggur adalah buah dari sistem kapitalisme. Sekitar 74% tenaga kerja Indonesia adalah mereka yang berpendidikan rendah, yakni SD dan SMP. Apalagi saat ini, terjadi polemik di tengah masyarakat terkait tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang melangit hingga banyak dari anak bangsa tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi.
Harapan dan mimpi anak bangsa terhalang UKT. Semestinya kampus adalah tempat terbuka untuk semua warga negara mendapatkan pendidikan. Nyatanya, hanya bisa diperoleh oleh mereka yang berduit banyak saja. Masa depan generasi menjadi terabaikan dalam sistem sekuler saat ini.
Khilafah Mempersiapkan Generasi Unggul
Negara Khilafah benar-benar akan mempersiapkan generasi-generasi unggulan, ada beberapa hal yang bisa di lakukan oleh negara. Pertama, Departemen Pendidikan menyelenggarakan pendidikan yang mampu menghasilkan para teknokrat dan saintis yang bersyakhsiyah Islam dan mampu mengelola SDA dengan baik. Negaralah yang menjamin biaya pendidikan untuk rakyatnya sehingga mudahlah akses rakyat pada pendidikan yang berkualitas.
Kedua, negara memiliki komitmen untuk mendirikan sejumlah industri padat karya yang mampu menyerap banyak orang. Jika rakyat masih tidak memiliki kompetensi untuk ini, negara juga akan menyediakan pelatihan atau semacamnya agar rakyat memiliki kompetensi kerja yang dibutuhkan.
Ketiga, mencetak generasi sebagai pemimpin atau negarawan, bukan pengangguran. Departemen pendidikan akan menyelenggarakan pendidikan di perguruan tinggi yang mampu mencetak para ulama, mujtahid, pemikir, pakar, pemimpin, qadi (hakim), dan fukaha.
Inilah apa yang dijalankan oleh negara berlandaskan pada aturan Islam dalam mengantarkan rakyatnya untuk sejahtera. Sejahtera ini salah satunya diperoleh dari kemudahan dalam akses pada pekerjaan di mana pekerjaan ini menjadi salah satu pintu untuk meraih rezeki Allah secara halal. Inilah sistem yang seharusnya selalu didambakan oleh umat. Wallahualam bissawab. [LM/ry].