Kejujuran Tergadai Demi Sekolah, Apa Penyebabnya?
Oleh : Ummu Rifazi, M.Si
LenSa MediaNews__Kemendikbud Ristek telah mempersiapkan sistem pengawasan dan monitoring pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) secara berlapis dan berjenjang untuk mencegah praktek kecurangan seperti pungutan liar, penyalahgunaan administrasi, jual beli bangku, memalsukan dan sebagainya sebagaimana yang terjadi tahun 2023 lalu (mediaindonesia.com, 03/06/2024).
Akar Masalah Sengkarut PPDB
Mengacu pada pernyataan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, bahwa persoalan PPDB bukan hanya masalah teknis di lapangan atau di daerah, tapi masalah sistemik yang dipicu oleh peraturan di level pusat, yaitu Permendikbud Nomor 1 tahun 2023 yang masih menggunakan sistem seleksi dan pemerintah tidak menyediakan bangku sekolah sesuai kebutuhan. Oleh karena itu persoalan PPDB ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengganti atau memperbaiki pelaksanaan teknisnya saja, namun harus mengubah keseluruhan sistem terutama paradigma pendidikan.
Daya tampung sekolah yang belum mencukupi disebabkan beragam faktor, utamanya adalah jumlah sekolah yang masih kurang, penyebaran yang belum merata, banyaknya bangunan sekolah yang rusak dan tidak layak untuk digunakan dalam proses belajar mengajar, dan juga lokasi sekolah yang sulit diakses siswa maupun guru akibat keterbatasan dan ketidaktepatan pengelolaan anggaran negara (kompas.com, 05/02/2024).
Jika kita mau jujur, sungguh miris ketika keterbatasan anggaran dijadikan alasan, karena sejatinya Indonesia adalah negara yang dianugerahi Allah dengan sumber daya alam yang melimpah yang jika dikelola dengan baik maka negara Indonesia sangat mampu menyelenggarakan pendidikan terbaik. Namun nyatanya sudah terlalu banyak fakta yang menunjukkan bagaimana kekayaan alam yang melimpah ruah itu lebih banyak mengalir ke segelintir pihak swasta daripada ke negara maupun rakyat sebagai pemilik sah dari kekayaan alam negeri Indonesia ini, karena memang demikianlah aturan main sistem kapitalisme yang mengharuskan negara berbagi peran dengan swasta.
Karena itulah maka negara pun membatasi pendirian sejumlah kecil sekolah negeri saja yang dibutuhkan rakyat, dan sisanya diserahkan kepada swasta. Salah satunya terbukti dari pernyataan Totok Soefijanto, Mitra Senior, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024 bahwa dengan berpartisipasi dalam sektor pendidikan dan menyelaraskan usaha-usahanya dengan tujuan Indonesia Emas 2045, maka sektor swasta dapat berkontribusi besar pada perbaikan sistem pendidikan di Indonesia secara menyeluruh dan membantu pencapaian tujuan-tujuan pembangunan nasional (medcom.id, 14/03/2024).
Kapitalisme pun mempunyai andil besar dalam membangun persepsi keliru di tengah masyarakat tentang hakikat pendidikan dan tujuan bersekolah adalah untuk meraih kecukupan materi kehidupan duniawi. Kebanyakan masyarakat masih terpaku pada sekolah favorit dan lantas mengambil jalan pintas hanya untuk mendapatkan bangku sekolah untuk mengejar bagusnya masa depan dari sudut pandang materi.
Islam Menjamin Penyelenggaran Pendidikan Terbaik
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913). Oleh karena itulah maka negara yang menerapkan Sistem Islam secara menyeluruh menjalankan kewajibannya menyelenggarakan pendidikan terbaik bagi seluruh rakyatnya.
Tercatat dalam tinta emas sejarah, selama peradaban Islam yang agung berjaya menaungi 2/3 dunia selama 1300 tahun, terselenggara pendidikan dengan kualitas terbaik. Kualitas infrastruktur dan segala hal yang terkait penyelenggaran pendidikan terbaik dapat dilakukan karena ditopang oleh pendanaan dari kas baitul maal (kas negara) dengan sumber pemasukan yang beragam dan berlimpah ruah, berasal dari milik individu, umum, maupun negara.
Dalam suasana yang kondusif, rakyat pun sadar untuk mencari sekolah tanpa berbuat curang karena memahami bahwa ilmu merupakan kunci dan pusat segala kebaikan dan sarana untuk menunaikan segala hal yang Allah wajibkan atas kita. Tanpa ilmu, keimanan dan amal seseorang dianggap tidak sempurna. Sehingga visi pendidikan pun bukan semata untuk kepentingan dunia kerja mengatasi kemiskinan sebagaimana saat ini.
Segala bentuk kecurangan dapat dicegah dengan benteng ketakwaan yang ditegakkan oleh tiga pilar penerapan hukum Islam di tengah kehidupan umat yaitu ketakwaan individu dan keluarga, kontrol masyarakat dan keberadaan negara yang berwenang mengatur serta memberi sanksi ketika ada pelanggaran dalam masyarakat.
Maasyaa Allah, jadi apalagi yang harus tunggu? Segera lah kita campakkan sistem kapitalis yang bathil, merusak dan memenjarakan kita dalam kehinaan, dan kita terapkan sistem Islam yang in syaa Allah memuliakan kita semua. Allahummanshuril bil Islam, wallahu alam bishshawab.