Biaya Hidup Tinggi, Rakyat Depresi
Oleh: Silvia Anggraeni, S.Pd.
Lensamedianews.com, Opini – Seorang pelajar SD berinisial A(13) di Kota Cirebon, Jawa Barat, beberapa kali berteriak dan menangis karena depresi berat yang dialaminya. Mirisnya, peristiwa ini terjadi akibat sang ibunda yang menjual ponsel dan sepedanya demi mencukupi kebutuhan hidup.(suara.com, 14/05/2024).
Kemiskinan hari ini memang menjadi masalah yang sulit mendapatkan solusi. Tingginya biaya hidup kian tak terjangkau lagi. Impian untuk memperbaiki kualitas kehidupan pun harus rela terhenti. Sebab pendidikan yang disebut sebagai pemutus rantai kemiskinan nyatanya membutuhkan biaya yang tak sedikit apalagi di jenjang perguruan tinggi. Semua aspek kehidupan dikapitalisasi, sehingga rakyat miskin tak bisa menikmati.
Akibatnya jurang kesenjangan antara si kaya dan si miskin kian dalam. Sungguh tragis, saat eksploitasi sumber daya alam di negeri ini dilakukan secara masif namun rakyat harus hidup dalam kemiskinan.
Kasus pilu di atas sudah cukup menggambarkan betapa peliknya kehidupan rakyat saat ini. Sang kepala keluarga kesulitan untuk mencari nafkah, sementara kebutuhan hidup harus tetap dipenuhi. Lalu siapa yang patut disalahkan kali ini?
Akar masalah dari kasus tersebut adalah bersumber dari sistem kapitalisme liberal yang selalu menciptakan beragam polemik dalam kehidupan. Jika dilihat dari sisi sang anak, maka sangat disayangkan karena kondisi generasi muda saat ini memang sangat mengkhawatirkan. Mental yang lemah dan rawan depresi hanya karena hal yang tak begitu penting. Benar, jika sang anak telah berupaya menabung demi HP yang diinginkan. Namun kondisi ekonomi keluarga memang tak ada pilihan. Jika dibandingkan dengan makan, tentu kebutuhan HP tidaklah terlalu penting. Karakter lemah dan rentan depresi ini merupakan hasil dari sistem pendidikan sekuler yang terbukti gagal membentuk karakter yang kuat pada anak.
Sedangkan dari sisi orang tua, hal ini berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Jika ditanya, maka tak akan ada orang yang mau hidup dalam keterbatasan. Namun apa mau dikata, kesejahteraan memang menjadi barang langka dalam sistem kapitalisme. Kesulitan dalam mencari penghidupan tentu akan menggiring sebagian orang ke jurang stres yang tinggi. Apalagi kebutuhan pokok yang memang harus terpenuhi. Sehingga rakyat harus berfikir keras mencari pemenuhannya.
Sungguh, kasus ini adalah cermin kegagalan sistem demokrasi kapitalisme. Rakyat harus menderita dalam ketidakberdayaan. Dan penderitaan ini harus segera diakhiri, agar rakyat dapat hidup secara layak. Yaitu dengan menerapkan sistem Islam yang sempurna. Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya melalui semua kebijakan yang dikeluarkan oleh negara Islam. Sistem Islam juga telah terbukti mampu memberikan layanan publik terbaik bagi seluruh rakyat. Seperti pendidikan yang berkualitas dan gratis.
Negara juga akan fokus pada pemenuhan kebutuhan pokok berupa pangan dan papan bagi rakyatnya. Negara Islam memang kuat secara ekonomi, sebab pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh negara. Sehingga hasilnya dapat didistribusikan untuk membiayai seluruh kebutuhan rakyat. Inilah pemerintahan dalam Islam yang berfungsi sebagai pengurus rakyat. Mereka bertanggung jawab penuh atas segala urusan rakyat.
Rasulullah saw bersabda: “Imam/ Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis lain Rasulullah saw. menyebutkan: “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (HR Bukhori dan Muslim).
Inilah pentingnya menyerahkan kepemimpinan pada yang mampu, dan bukan sembarang orang. Apalagi orang yang tak memiliki pemahaman tentang Islam. Dan pemimpin itu hanya akan ditemukan dalam sistem Islam. Ini adalah bukti bahwa rakyat sangat membutuhkan sistem Islam untuk segera diterapkan. Allahu a’lam bishshawab. [LM/Ah]
Please follow and like us: