Miris, Tempat Hiburan Tutup Sementara
Oleh: Nining Sarimanah
LenSa MesiaNews__Memasuki bulan Ramadan, seluruh umat Islam khusyuk melaksanakan ibadah puasa dan amal salih lainnya. Bagaimana tidak, bulan Ramadan, bulan yang Allah istimewakan dibandingkan dengan bulan lainnya. Berbagai keutamaan dan keberkahan ibarat ‘hidangan’ yang siap menjamu orang-orang beriman, sehingga alangkah rugi jika dibiarkan berlalu.
Di tengah suasana keimanan yang terwujud di bulan Ramadan, tentu harus diiringi dengan kondisi lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang aman dari berbagai maksiat sangat menunjang pada terciptanya individu-individu bertakwa. Karena itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menutup tempat hiburan selama Ramadan, jika melanggar akan dikenakan sanksi tegas.
Hal itu, berdasarkan surat edaran No. 728-Disbudpar/2024, perihal penutupan usaha pariwisata hari besar keagamaan, Pemkot Bandung melarang kelab malam, karaoke, bar, diskotik, pub, panti pijat, spa, rumah biliar, dan sanggar seni budaya tradisional yang bersifat usaha dan hiburan mengoperasikan kegiatan usahanya di bulan suci Ramadan. Adapun penutupan tempat hiburan dimulai sejak Sabtu, 9 Maret 2024 mulai pukul 18.00 WIB dan pada Sabtu, 13 April 2024 pukul 18.00 WIB, boleh kembali beroperasi. (bandung.go.id, 14-3-2024)
Upaya Pemkot patut diapreasiasi. Sayangnya, penutupan tempat hiburan tidak selamanya. Padahal, aktivitas di tempat hiburan jelas dilarang dalam agama Islam yang keberadaannya tidak boleh ada, baik di bulan Ramadan maupun di bulan lainnya. Jamak diketahui, tempat hiburan adalah tempat maksiat seperti mabuk, pergaulan bebas, narkoba, hingga berujung pada tindak kriminal, perkelahian atau pembunuhan misalnya.
Pengkondisian tempat hiburan hanya di bulan Ramadan, suatu hal yang lumrah di negara yang menerapkan sistem sekuler demokrasi. Sistem ini, menjauhkan peran agama dalam kehidupan karena agama dipandang hanya urusan individu. Tiap individu diberi kebebasan dalam seluruh aspek kehidupan, meskipun perbuatan tersebut dilarang dalam agama, itulah demokrasi. Demokrasi membuat manusia hanya memenuhi hawa nafsunya, halal dan haram tidak dijadikan landasan dalam bertingkah laku.
Islam adalah agama sekaligus ideologi. Aturan yang terpancar dari akidah Islam berfungsi untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi manusia. Islam mewajibkan seorang muslim terikat hukum syarak. Artinya, ia tidak boleh melakukan perbuatan sebelum diketahui status hukumnya, apakah wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Dalam Islam seluruh aktivitas di tempat hiburan hukumnya haram, apalagi minuman keras menjadi minuman yang selalu ada. Keharaman khamar jelas hukumnya, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Maidah ayat 90,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Karena itu, umat Islam tidak bisa hidup dengan aman dan nyaman selama aturan yang diterapkan berasal dari manusia, tak terkecuali saat bulan Ramadan. Berbeda dengan Islam, kehidupan manusia senantiasa diatur oleh syariat. Negara akan menjamin keamanan dan kenyamanan bagi warga negaranya di mana pun dan kapan pun. Sementara bagi pelanggar hukum syarak, akan dikenakan sanksi tegas. Inilah gambaran Islam dalam mengkondusifkan masyarakat, sehingga suasana keimanan akan dirasakan setiap saat, tidak hanya di bulan Ramadan.
Wallahu a’lam bishshawab