Hari Cuti Ayah, Benarkah Wujudkan Kesejahteraan Keluarga?
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Lensa Media News–Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa pemerintah memberikan hak cuti pendampingan bagi ASN pria yang istrinya melahirkan. Hal itu merupakan salah satu poin dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai aturan pelaksana dari UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. RPP tersebut ditargetkan tuntas maksimal April 2024.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung rencana pemerintah tersebut. KPAI memandang kebijakan itu dapat mendorong perlindungan anak sekaligus kerukunan keluarga.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menyampaikan pentingnya intervensi negara untuk ikut masuk dalam urusan keluarga. Sehingga KPAI mengapresiasi bila Negara melakukan intervensi langsung dengan cuti ayah (republika.co.id, 15/3/2024).
Terlebih saat ini salah satu konsen penting dunia, termasuk Indonesia adalah tentang pencapaian target stunting dan wasting dari Presiden ke Presiden lainnya yang masih terus menjadi target program pembangunan dalam RPJMN tiap 5 tahunan. WHO menegaskan Indonesia belum mencapai target dalam mengatasi masalah ini.
Diyakini juga, negara yang tidak konsen terhadap program ini, generasinya akan terancam di masa produktif. Jasra menyebut cuti ayah dapat mengkonsentrasikan pasangan dalam mengawasi kondisi bayi. Ini terutama saat perencanaan, jelang dinyatakan hamil, mulai mengkapasitasi diri pada bayi berumur 0 bulan.
Dengan cuti ayah disfungsi keluarga dapat dikurangi. Sebab ini menjadi sumber pemicu kekerasan anak di dalam keluarga akibat tidak ikut proses bersama sejak awal tambah Hasrat.
Cuti Ayah Solusi Pragmatis Kapitalisme
Sejatinya keluarga bahagia dan sejahtera, Stunting di angka nol, tidak ada kekerasan dalam keluarga dan lainnya tidak semata karena peran ayah yang hilang sehingga perlu dibuat kebijakan cuti ayah atau bahkan hari ayah sebagaimana yang dunia lakukan selama ini.
Ini adalah kebijakan pragmatis ala kapitalisme yang memang sampai kapan pun tak akan bisa memberikan solusi hakiki. Sebab landasan kapitalisme adalah sekuler, dimana aturan yang ditegakkan adalah aturan manusia, padahal manusia adalah makhluk yang tentu ada karena diciptakan.
Perubahan yang seharusnya adalah adanya sinergi antara keluarga, masyarakat dan negara. Keluarga hari ini memang sedang menghadapi masalah berat, selain karena buruknya kualitas pendidikan sehingga hanya menghasilkan generasi pekerja tapi nir misi dan visi hidup. Ditambah pula dengan kebutuhan hidup yang mahal, menyulitkan ayah menerapkan fungsinya dalam keluarga.
Masyarakat pun telah kehilangan kepekaan, tak ada lagi budaya saling menasehati, tak ada batasan pergaulan sosial , adanya adalah kebebasan sehingga menciptakan tatanan keluarga yang ideal, ada anak yang lahir tanpa pernikahan, ada keluarga yang justru melakukan insect dan lain sebagainya. Sikap individualisme ini bukan muncul tiba-tiba, melainkan karena sistem kapitalisme yang mengakar.
Apalagi peran negara, boleh dibilang mandul. Mengeluarkan kebijakan tanpa menelaah lebih dalam benarkan hingga ke akar masalah. Apapun yang digagas, jika masih dalam lingkup sistem kapitalisme kebijakan hanya akan berjalan di atas kertas karena sulit diterapkan. Tidak setiap ayah bisa cuti, semisal mereka yang menjalani pernikahan LDR ( Long Distance Relationship), atau juga tidak semua ayah adalah ASN, apakah mereka tak berhak mendapatkan perhatian yang sama dari pemerintah?
Islam Wujudkan Hakiki Keluarga Bahagia Sejahtera
Allah swt. Berfirman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (TQS. At-Tahrim: 6).
Seruan ayat di atas adalah untuk para kepala keluarga agar menjaga keluarganya dari kebinasaan, terhindar dari jilatan api neraka. Maka, di sini pentingnya sistem Islam itu ditegakkan setelah melihat kegagalan sistem kapitalisme dalam mewujudkan keluarga sejahtera dan bahagia.
Tak perlu cuti ayah, namun negara wajib menerapkan syariat guna mendukung pendidikan yang berkualitas ,yang bisa mencetak generasi berkepribadian Islam. Yang takut kepada Allah dan terikat dengan hukum-hukumNya. Kemudian negara menerapkan sistem ekonomi Islam yang lebih berpihak kepada rakyat dengan cara menjamin terpenuhinya semua kebutuhan pokok dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Negara akan menciptakan suasana keimanan dengan senantiasa mengedukasi masyarakat untuk terus membudayakan amar makruf nahi mungkar. Support sistem inilah yang akan mewujudkan keluarga yang kuat dan mandiri. Sekaligus sebuah keluarga yang ideologis yaitu yang terus menerus menjadi corong dakwah penegakan kalimat Allah agar mendapat rida-Nya. Wallahualam bissawab. [LM/ry].