Akibat Gila Jabatan, Jadi Gila Betulan
Oleh : Yani Ummu Qutuz
(Member AMK Pegiat Literasi)
LenSa MediaNews__Pesta pemilu telah berlalu, ada yang bahagia karena perolehan suaranya sesuai target bahkan fantastis seperti komedian Komeng. Namun tak sedikit pula yang menyisakan pilu karena perolehan suaranya sedikit. Caleg yang gagal maju banyak yang tidak terima, mereka tertekan, depresi, stres, bahkan sampai mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Seolah dunia kiamat, tak ada harapan untuk hidup lagi.
Seorang caleg diduga melakukan penembokan ruas jalan di kawasan Kampung Ciarog, Desa Kersamanah, Kecamatan Kersamanah, Garut, pada Minggu (25-02-2024). Caleg tersebut tak puas karena perolehan suaranya di tempat itu tidak sesuai ekspektasi. (detikjabar.com, 28-02-2024).
TVOne mengabarkan, di Subang Jabar, seorang caleg yang kalah telak, meneror warga dengan menyalakan petasan di sejumlah jalan. Tragis, aksi tak terpuji tersebut menewaskan seorang lansia.(TVOne, Caleg Gagal Kena Mental, 1 Maret 2024).
Dalam sistem demokrasi saat ini, jabatan anggota legislatif begitu diidamkan. Apapun akan dilakukan untuk bisa melenggang ke Senayan. Terbayang apa yang akan didapatkan ketika mereka sudah duduk di kursi jabatan. Mereka paham betul bahwa dalam sistem demokrasi kapitalisme, menjadi pejabat adalah jalan mudah untuk menjadi kaya.
Sementara itu untuk meraih kursi yang diidamkan, para caleg harus memiliki modal besar untuk membiayai timses, mencetak alat peraga kampanye, dan yang paling mahal adalah untuk membeli suara rakyat. Banyaknya perolehan suara menjadi ukuran menang tidaknya seseorang. Untuk itu mereka rela menguras harta begitu banyak untuk modal nyaleg, ada yang menjual perhiasan, tanah, mobil, bahkan sampai berhutang. Pikir mereka, toh nanti kalau menang modal akan kembali.
Islam memandang bahwa jabatan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Oleh karena itu hanya orang bertakwa yang bisa menjadi pemimpin dan pelaksanaan urusan umat. Mereka adalah orang yang takut pada Allah, sehingga tidak menjadikan jabatan sebagai arena mencari keuntungan.
Sebagaimana Rasulullah, para Khulafaur Rasyidin, dan kalifah sesudahnya. Beliau semua menampakkan kezuhudan dan kesederhanaan. Para penguasa seperti ini merupakan hasil bentukan dari sistem Islam, yang memiliki mekanisme khas sehingga mampu melahirkan pemimpin yang adil. Keterlibatan mereka dalam pemilihan kepemimpinan semata mengharap rida Allah, bukan keuntungan materi. Wallahualam bishshawab.