Harga Pangan Murah: Ilusi di Tengah Harapan
Oleh: Nurhayati, S.S.T.
LenSaMediaNews__Kemarau panjang nyatanya membawa dampak yang cukup signifikan hingga berimbas dari naiknya bahan pangan. Dengan alasan ketersediaan kurangnya air hingga mengakibatkan gagal tumbuh menjadi salah satu faktor naiknya harga pangan saat ini. Namun kenaikan harga pangan di prediksi akan semakin menggila jelang natal dan tahun baru.
Melalui laman berita CNBCIndonesia.com (24/11/2023) disebutkan bahwa kenaikan beras sudah mencapai 20% sedangkan cabai naik hingga 90%. Kenyataan ini membawa kesulitan tersendiri bagi rakyat yang mengeluhkan besarnya biaya yang mereka keluarkan lain dari biasanya. Rakyat pun mendesak pemerintah untuk menstabilkan harga pangan ini terlebih akhir tahun dan natal seringkali terjadi kenaikan pangan di pasar.
Ilusi Pangan Murah
Sudah menjadi tradisi bahwa kenaikan harga pangan akan terjadi ketika jelang akhir tahun dan perayaan umat beragama. Rakyat dengan kondisi ekonomi yang fluktuatif masih mengharapkan pemerintah berbaik hati dalam kebijakannya menjaga kestabilan harga pangan di pasaran.
Pangan menjadi salah satu kebutuhan pokok yang harus menjadi tanggung jawab negara baik dari sisi meningkatkan jumlah produksi maupun mengefektifkan aspek distribusi. Akan tetapi hari ini kita melihat bahwa negara abai. Pada aspek produksi digalakkan namun distribusi belum merata dan dirasakan oleh seluruh rakyat. Melakukan intervensi aau sidak pasar bukanlah solusi yang tepat untuk menjaga kestabilan harga.
Sebab akar masalah mencekiknya harga pangan hari ini adalah penerapan ekonomi kapitalistik dan neoliberal yang menjadikan harga adalah satu-satunya pengendali distribusi. Sebab di pasar semua orang diperlakukan sama baik mereka mampu membelinya maupun tidak. Hari ini kita melihat untuk memenuhi kebutuhan pokok saja rakyat kecil masih sulit apalagi harga pangan semakin naik. Entah dengan cara apa pemerintah menetapkan regulasi perihal harga pangan ini.
Negara seharusnya mampu mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan berbagai cara sehingga rakyat selalu terpenuhi kebutuhan akan kebutuhan pangan. Di awal-awal tampuk kekuasaan ini tegak semangat anti impor terus di gaungkan, sebaliknya yang terlihat justru serbuan produk-produk impor merajai pasar Indonesia. Hingga produk lokal tak bertaring lagi dan dipaksa bertarung dengan barang impor termasuk pangan yang relatif murah. Terlihat dari impor beras, bawang putih, cabai, dll menjadi bukti nyata bahwa hari ini penguasa memang setengah hati dalam mengurus urusan rakyatnya.
Tanggung Jawab Negara
Dalam aspek perdagangan Islam telah merinci peran negara dalam menjaga terwujudnya perdagangan yang sehat. Pertama, larangan ta’sir (taksir). Merupakan larangan bagi pemerintah untuk mematok harga, baik harga batas atas (ceiling price), maupun harga batas bawah (floor price). Karena menyebabkan kezaliman bagi penjual dan pembeli
Sementara, Islam melindungi kedua belah pihak, yaitu pembeli dan penjual dengan bersamaan.“Orang-orang berkata, “Wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk kami!’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya Allahlah yang mematok harga, yang menyempitkan dan yang melapangkan rezeki, dan aku sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorang pun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezaliman pun dalam darah dan harta.” (HR Abu Dawud).
Kedua, operasi pasar. Baitul maal juga bertindak sebagai penstabil harga di pasaran dengan cara melakukan sidak di pasar. Ketika terjadi panen raya, suplai yang melimpah akan menyebabkan harga mengalami penurunan (deflasi). Maka, pemerintah akan memborong barang-barang tersebut dengan harga yang mendekati harga pasar, kemudian menyimpannya di gudang Baitul maal.
Pemborongan oleh pemerintah ini ditujukan untuk persediaan ketika nanti memasuki musim paceklik, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga (inflasi). Pemerintah dapat melepaskannya agar persediaan pangan mencukupi kebutuhan rakyat. Hasilnya harga tidak terlalu tinggi dan pihak produsen juga tidak dirugikan.
Ketiga, tidak perlu ada pungutan pajak. Pemerintah dalam sistem ekonomi Islam tidak perlu memungut berbagai pajak beserta turunan-turunannya. Misalnya pajak penjualan (PPn), pajak pertambahan nilai (PPN), cukai, pajak impor, pajak ekspor, bea materai, dan segala sesuatu yang memberatkan pelaku pasar.
Di sinilah peran negara yang betul-betul mengurusi dan memelihara urusan rakyat akan membawa kepada kesejahteraan. Sebab, bagian dari tanggung jawab negara adalah bagaimana upaya menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyatnya mulai dari sandang, pangan, dan papan. Pangan didapatkan dengan harga murah dan rakyat tak perlu gelisah akan harga yang fluktuatif di musim-musim tertentu. Wallahu ‘alam bishshawab[]