Hakikat Merdeka itu Sejahtera, Bukan Sengsara

Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

 

Lensamedianews.com–  Peringatan kemerdekaan RI yang ke-78 dilangsungkan begitu meriah di setiap wilayah. Bendera terpampang di setiap sudut. Pertanyaan besarnya, betulkah kita sudah benar-benar merdeka? Sementara masih banyak rakyat merana.

 

Penjajahan Gaya Baru, Ciptakan Persepsi Kemerdekaan Semu

Penjajahan terbagi menjadi dua bentuk, yakni penjajahan secara fisik dan non fisik. Penjajahan secara fisik identik dengan pendudukan dan pengendalian kedaulatan suatu wilayah oleh negara asing. Sementara penjajahan non fisik, berupa penjajahan pemikiran, gaya hidup hingga sistem kehidupan yang mengakibatkan berbeloknya pemikiran suatu individu. Gaya western dianggap kiblat kemajuan peradaban yang menggenggam pemikiran dan sikap individu hingga saat ini. Budaya konser, tawuran, flexing, bullying, hingga pergaulan bebas merusak generasi saat ini.

Betul sekali, kita sudah lepas dari penjajahan fisik selama 78 tahun. Namun, penjajahan yang sebetulnya ternyata belum berakhir hingga kini. Utang negara yang menjulang tinggi, keadaan rakyat yang masih merana, pemimpin yang lupa akan kepengurusan rakyatnya, keadaan generasi yang makin memprihatinkan, dan berbagai bentuk legalisasi sumberdaya alam yang menyebabkan mahalnya segala kebutuhan hidup. Semua fakta ini bermuara pada satu kata, yakni sengsara.

Begitu rusaknya kehidupan hari ini menunjukkan betapa buruk akibat yang ditimbulkan oleh penjajahan non fisik. Keadaan yang kini ada pun semakin memburuk. Salah satunya karena buruknya tatanan hukum yang ditetapkan negara. Korupsi kian merajalela. Keserakahan menjadi akar masalah yang hingga kini belum juga temu solusi. Sanksi hukuman yang ditetapkan dalam setiap kebijakan pun tak memberikan efek jera bagi para pelaku kriminalitas. Justru yang kini ada, korupsi kian menjadi tradisi, kekerasan makin marak, kriminalitas pun makin membabi buta.

Lantas, layakkah kita merayakan merdeka di tengah terpuruknya keadaan negeri ini?

Sistem kapitalisme sekuleristik, bagai bayangan yang tak pernah hilang hingga sekarang. Sistem yang begitu mendarah daging dalam setiap lini kehidupan. Bahkan dianggap sah-sah saja, saat kecurangan dilakukan bersama-sama. Dianggap benar saat perampokan sumberdaya milik rakyat dilegalisasi negara. Semua ditetapkan demi keuntungan segelintir golongan. Para pemilik modal alias korporasi oligarki. Penjajahan neoliberalisme menjadi penjajahan gaya baru yang melahirkan pemahaman yang keliru tentang kemerdekaan. Nyatanya kemerdekaan yang ada hanyalah kemerdekaan semu. Segala kebijakan yang ada ditetapkan atas dasar sistem sekulerisme. Jauh dari aturan agama yang seharusnya kuat diikat dalam pengelolaan umat.

Rakyat dibohongi dengan janji-janji palsu yang terus menipu. Hari kemerdekaan pun hanya diisi kegiatan hura-hura yang jauh dari esensi perjuangan. Lomba-lomba dan hiruk pikuknya tawa, yang sama sekali tak menanamkan semangat perjuangan untuk bangkit dan berubah.

Tidakkah kita merenungi keadaan yang kini sangat memprihatinkan?

Semestinya kita semua menyadari, bahwa kita belum merdeka sepenuhnya. Kedaulatan negara tengah meregang nyawa karena hutang yang meroket luar biasa. Pembangunan-pembungunan infrastruktur terus digencarkan demi citra negara di mata dunia. Namun, faktanya masih banyak rakyat sengsara. Kebutuhan pangan, papan, kesehatan, pendidikan yang dibutuhkan rakyat, digadaikan negara.

 

Hakikat Kemerdekaan

Kemerdekaan yang sesungguhnya harus segera diwujudkan. Tanpa pengaturan sistem yang amanah, mustahil kemerdekaan hakiki dapat diraih. Hanya sistem Islam-lah yang melenyapkan segala bentuk penjajahan. Sistem Islam dalam wadah institusi yang khas, yaitu Khilafah.

Di hadapan Allah SWT. semua makhluk memiliki kedudukan yang sama, yang membedakan hanyalah ketakwaannya terhadap Allah SWT. Tak ada makhluk yang posisinya lebih tinggi daripada makhluk lainnya. Tak ada istilah penghambaan makhluk pada makhluk lainnya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
(QS. Al-Hujurat: 13)

Segala bentuk penjajahan hanya akan bermuara pada kegelapan. Hanya dengan sistem Islam-lah, kemerdekaan utuh mampu diraih. Islam-lah satu-satunya sistem kehidupan yang mampu menyelamatkan kehidupan umat di dunia dan akhirat.

Pengelolaan sistem Islam dalam kehidupan meliputi setiap sisi kebutuhan umat. Pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis syariat Islam, akan menyelamatkan nasib umat. Setiap pengelolaan sumberdaya berdasarkan kebijakan negara senantiasa menetapkan bahwa nyawa rakyat adalah prioritas utama dalam pelayanannya. Semua ini akan dikelola oleh para pemimpin amanah yang penuh ketundukan pada syariat Allah Azza wa Jalla. Hasil pengelolaannya digunakan rakyat secara optimal dan maksimal. Rakyat menjadi mudah mengakses setiap kebutuhan hidupnya. Mulai dari pangan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan beragam kebutuhan hidup lainnya. Alhasil, rakyat sejahtera merata.

Pun demikian dengan sektor pendidikan. Negara mampu mengedukasi dan menyajikan pendidikan berbasis akidah Islam untuk setiap generasi. Hanya dengan akidah Islam, pola pikir generasi menjadi cerdas terarah. Kepribadian Islam pun diraih sempurna dalam mengedukasi generasi. Generasi muda hari ini adalah cerminan pemimpin masa depan.

Demi meraih kemerdekaan sempurna, sistem Islam dalam wadah Khilafah semestinya diterapkan secara menyeluruh. Hanya dengan Islam-lah, umat dapat meraih sejahtera tanpa syarat apapun.

Wallahu a’lam bisshowwab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis