Guru, Kunci Penting SDM Berkualitas
Oleh: Erwina Mei Astuti
(Anggota Komunitas Menulis Jombang)
LenSaMediaNews– Wacana impor guru menjadi kontroversi. Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia mengklarifikasi bahwa pernyataannya dalam musrenbang bappenas bukan impor guru. Dijelaskan bahwa maksud pernyataannya adalah mengundang guru dari luar untuk training of trainer, memperkuat peningkatan guru yang ada di Indonesia. Para pengajar dari luar akan diundang ke Indonesia untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM). (https://nasional-tempo-co.cdn.ampproject.org/14-5-2019).
Peningkatan SDM menjadi berkualitas memang dibutuhkan. Campur tangan sosok guru menjadi salah satu faktor yang mempengaruhinya. Seperti dalam lagu karya Iwan Fals yang berjudul Guru Oemar Bakri menggambarkan realita profesi guru. Sekalipun tokoh dalam lagu tersebut tidak disebutkan fiktif atau nyata. Lagu tersebut menceritakan tentang sosok guru dengan kesederhanaannya dan pengabdiannya mengajar selama 40 tahun sebagai bentuk loyalitasnya pada negeri. Atas jasanya sebagai guru, Oemar Bakri menghasilkan berbagai macam orang berguna dari profesor hingga dokter, bahkan berotak Habibie. Walaupun gajinya dikebiri tak menghentikan langkahnya menjadikan SDM yang berkualitas.
Benar, sosok guru berperan dalam peningkatan kualitas SDM. Namun kualitas SDM ini harus disinkronkan dengan asas yang mendasari sistem pendidikan sehingga sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai. Bila asas yang mendasari sistem pendidikannya adalah sekulerisme kapitalisme maka wajar jika orientasi SDM yang dihasilkan adalah materi. Sebaliknya bila asas yang mendasari sistem pendidikannya adalah Islam maka orientasi SDM yang dihasilkan adalah keridaan Allah Swt semata. Rida Allah akan diraih manakala taat pada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Hal itu akan nampak pada SDM yang memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan syariat Islam.
Maka tugas guru adalah membentuk anak didik menjadi sosok yang berkepribadian Islam. Tentu tak cukup guru melakukannya sendiri. Perlu dukungan kurikulum pendidikan yang dirancang agar anak didik memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam.
Selain kurikulum pendidikan, maka peran negara sangat penting terhadap hasil sistem pendidikan berupa SDM yang berkualitas dan berkepribadian Islam. Sarana prasarana pendidikan dilengkapi, guru kompeten dan berkualitas senantiasa dicetak serta ada jaminan kesejahteraan baginya. Alhasil guru akan fokus pada tugasnya. Perlakuan terhadap guru juga diperhatikan.
Adapun dalam sistem Islam, penghormatan terhadap guru dan upaya menyejahterakannya menjadi hal yang lazim. Di masa Umar bin Khaththab, gaji guru sebesar 15 dinar, atau sekitar 33 juta rupiah bila dikurskan. Demikian pula di masa Daulah Abbasiyah, tunjangan kepada guru begitu tinggi seperti yang diterima oleh Zujaj setiap bulan mendapat gaji 200 dinar. Sementara Ibnu Duraid digaji 50 dinar perbulan oleh al-Muqtadir. Pada masa Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi Rahimahullah, guru begitu dihormati dan dimuliakan. Syekh Najmuddin Al-Khabusyani Rahimahullah misalnya, yang menjadi guru di Madrasah al-Shalāhiyyah setiap bulannya digaji 40 dinar dan 10 dinar (1 dinar hari ini setara dengan Rp2.200,000 jadi setara Rp110.000.000) untuk mengawasi waqaf madrasah. Di samping itu juga 60 liter roti tiap harinya dan air minum segar dari Sungai Nil.
Keadaan tersebut bertolak belakang dengan realita saat ini. Gaji pokok guru ASN sesuai aturan yang ada berdasar golongan, maksimal tidak mencapai 10 juta. Apalagi jika hanya guru honorer, gaji hanya 300 ribu per bulan. Sangat jauh dari sejahtera. Ditambah dengan beban kerja yang berat. Alih-alih fokus pada mendidik generasi menjadi SDM berkualitas justru sibuk untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Maka sebelum berfikir mendatangkan asing untuk melatih guru Indonesia seharusnya negara menjalankan perannya untuk mencetak SDM berkualitas dan menyejahterakan guru sebagai pendidiknya. Niscaya dalam kondisi sejahtera, guru akan meningkatkan kualitas dirinya demi tercetaknya generasi penerus yang berkualitas dan berkepribadian Islam serta tak akan terbersit sedikitpun untuk silau terhadap guru asing.
Wallahua’lam bisshowab.
[Fa]