Sulitnya Menunaikan Ibadah Haji di Era Kapitalisme

Sulitnya Menunaikan Ibadah Haji di Era Kapitalisme

Oleh: Soelijah Winarni

Kisruh penetapan besaran ongkos naik haji (ONH) yang harus dibayarkan oleh calon jamaah haji berjalan seru di gedung parlemen. Kemenag di tahun 2023 ini mengajukan biaya penyelenggaraan ibadah haji/bipih sebesar 98.893.909 (kemenag.com, 28/1/2023), naik 514.888 dari tahun 2022, namun secara komposisi ada perubahan signifikan komponen yang harus dibayarkan jamaah yakni sebesar 70% menjadi 69.193.733.
Sontak hal ini ditanggapi DPR bakal sangat memberatkan calon jamaah haji. Setelah berlangsung rapat dengar pendapat berulang kali DPR dengan kemenag, badan pengelola keuangan haji(bpkh) serta berbagai pihak yang berkait dengan penyelenggaraan haji diperoleh keputusan bahwa 84 ribu calon jamaah haji(cjh) lunas tunda bipih 2020 tidak lagi dibebani biaya tambahan sebagai bentuk afirmasi kepada umat. Sedang bagi cjh 2023 sebanyak 106.590 dibebankan tambahan biaya pelunasan sebesar 23.5 juta (nasional.kompas.com, 14/2/2023).

Melambungnya ONH karena pengaturan ibadah haji yang tidak profesional hingga ibadah dijadikan bisnis menjadi cacat bawaan penerapan sistem sekuler kapitalisme negeri ini. Pemerintah yang seharusnya mengurus rakyat berubah menjadi pengusaha, menjadikan rakyat sebagai obyek untuk meraih untung besar dalam setiap kebijakannya termasuk dalam urusan ibadah haji. Bukan hanya itu, pemerintah pun menginvestasikan setoran dana haji pada sektor-sektor yang diperkirakan mendatangkan nilai tambah untuk diambil manfaatnya.

Akan berbeda keadaannya jika pengaturan ibadah dalam Islam diterapkan. Pemerintah dalam Islam menjadi raa’in, pengurus rakyat. Allah SWT telah menetapkan ibadah haji sebagai fardlu ‘ain bagi muslim dengan persyaratan: Islam, berakal, baligh, merdeka/bukan budak dan mampu. Menurut Ibn Qudamah dari HR. ad- Daruqutni, ada 5 syarat wajib haji yaitu bekal (az-zad), kendaraan (ar-rahilah), bagi muslim yang memenuhi syarat dan berkemampuan untuk menunaikannya, haji hanya bisa di Baitullah,
Islam menetapkan pripsip dasar pengaturan haji yaitu sederhana sistemnya, cepat eksekusinya dan ditangani oleh orang yang profesional, Maka Khilafah sebagai satu sistem kepemimpinan pemerintahan kaum muslim akan mengupayakan untuk membentuk departemen khusus yang mengurus haji dan umroh dari pusat hingga daerah, konsep administrasinya terdesentralisasi, serta penetapan besaran onh akan disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan jama’ah berdasar jarak wilayahnya dengan Haramain/Makkah-Madinah, kebutuhan akomodasi selama pergi dan kembali dari tanah suci,
Khilafah mengurus urusan haji dan umroh jauh dari paradigma bisnis, semata meraih untung rugi apalagi menggunakan dana calon jamaah haji untuk bisnis dan investasi. Seluruh moda transportasi yang dibutuhkan dari darat, laut dan udara akan dimaksimalkan. Visa akan dihapus sehingga jama’ah haji dan umroh dari berbagai penjuru dunia bisa bebas keluar masuk Makkah-Madinah dengan hanya menunjukkan kartu identitas berupa KTP atau Paspor negara Khilafah. Permasalahan keterbatasan tempat tidak menjadi kendala dikarenakan kewajiban haji dan umroh hanya berlaku sekali seumur hidup bagi mereka yang telah memenuhi syarat dan kemampuan serta diprioritaskan bagi yang belum berhaji dan umroh. Demikianlah kemudahan pengaturan ibadah haji dan umroh dalam payung Khilafah yang menghasilkan ketentraman dan keberkahan hidup.

Wallahu’allam bishshawwab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis