Eksploitasi Anak di Tengah Masifnya Program KLA
Oleh: Ummu Khielba
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Lensa Media News-Terjadi dan berulang kembali, miris dan ironis. Di tengah kondisi maraknya eksploitasi anak mulai dari meningkatnya pelecehan seksual anak, prostitusi anak, anak putus sekolah, buruh pekerja anak, korban TKW anak dibawah umur dan masih banyak kasus lainnya. Setiap wilayah malah beradu data untuk mendapatkan penghargaan dari Kemen PPA sebagai kota/kabupaten Kota layak Anak (KLA) yang jelas kontradiksi dengan realitas.
Akhir-akhir ini di Jakarta Barat, ada kasus eksploitasi anak umur berinisial NAT (15 tahun) yang disekap dan dipaksa sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK) yang dilakukan oleh oknum berinisial EMT guna meraup keuntungan. Seperti yang diliput oleh beritasatu.com, 18/9/22. Diberitakan juga oleh Republika.co.id, 19/9/22 tentang gelar perkara kasus penyekapan dan eksploitasi ini.
Telah dilansir dari tempo.co, 13/9/22. Di wilayah NTT, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan cukup tinggi, terdapat 32 kasus terhadap anak dan 28 kasus terhadap perempuan di pulau Sumba Nusa Tenggara Timur. Kasus kekerasan seksual tertinggi di dominasi lingkungan pendidikan. “Kasus kekerasan terhadap anak didominasi kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan,” kata Manager _Save and Children_ wilayah Sumba, David Walla saat workshop jurnalis sahabat anak NTT, Selasa, 13 September 2022.
Program Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA) tidak menjamin perlindungan anak bahkan bisa jadi hanya sekadar laporan di atas kertas untuk mengangkat citra dan menjadi prioritas pembangunan daerah , namun berkebalikan dengan kenyataan dengan beragam modus dan semakin banyak korban, program yang tidak mumpuni karena solusi-solusi yang diadopsi mengambil nilai-nilai sekuler barat yang melahirkan liberalisme tingkat akut.
Terbukti negara abai dan gagal menjaga keamanan anak-anak, terlebih lagi masifnya tontonan yang berbau pornografi dan pornoaksi semakin deras dan mudahnya diakses masyarakat pun anak-anak. Mereka bisa menjadi incaran buas pelaku syahwat dan nafsu juga bisa jadi menjadi pelaku yang menyasar anak dan perempuan.
Perlindungan hakiki anak dijamin dalam sistem Islam. Negara memiliki peran sebagai Ri’ayatul Suunil Ummah juga sebagai Junnah . Rasulullah Saw. menegaskan dalam sabdanya, “ Imam (Khalifah) raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya. ” (HR. Ahmad, Bukhari) . Juga hadis lainnya, “ Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya. ” (HR Muslim).
Negara mewajibkan pengasuhan anak dilakukan oleh orangtua, masyarakat berperan menjaga perilaku anak dan negara menjamin pendidikan dan keamanan anak. Sinergitas ini dalam balutan pendidikan yang berkepribadian Islam. Antara pola pikir dan tindakan sesuai dengan apa yang diwahyukan bukan pada kebermanfaatan. Hal ini hanya akan tercipta dalam sistem Kekhilafahan Islamiyah. Wallahu a’lam . [LM/IF/ry]