Ramadan Datang, Maksiat Tetap Jalan

Maksiat_20250310_120056_0000

Oleh: Perwita Lesmana

Muslimah Idiologis

 

LenSaMediaNews.com__Seperti tahun-tahun sebelumnya, hampir di setiap kota diberlakukan pembatasan jam operasional tempat-tempat hiburan, termasuk Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewajibkan kelab malam, diskotek, mandi uap, serta rumah pijat, tutup mulai sehari sebelum sampai sesudah Ramadan. Ketentuan ini tertuang dalam Pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idulfitri Tahun 1446 Hijriah/2025 (Metrotvnews, 28-2-2025).

 

Selain itu, area permainan ketangkasan manual, mekanik dan/atau elektronik untuk orang dewasa, kegiatan usaha pariwisata yang menjadi penunjang di kelab malam wajib tutup, ungkap Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Andhika Perkasa. Namun, tempat usaha hotel bintang empat dan lima seperti kelab malam dan diskotek yang berada di hotel, tempat komersial, serta tak berdekatan dengan pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah, serta rumah sakit, juga diizinkan tetap beroperasi.

 

Begitu pula di Aceh, yang terkenal dengan adat yang kental dan sebagian kecil syariat Islam masih diterapkan. Mereka mulai melonggarkan peraturannya yang dulunya melarang, saat ini beberapa tempat boleh buka dengan pembatasan jam operasional. Pemerintah Kota Banda Aceh mencabut larangan aktivitas hiburan yang dikeluarkan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Keputusan ini diambil untuk menampung aspirasi dan masukan dari masyarakat, sekaligus melihat dinamika yang terjadi, ungkap Juru Bicara Pemkot Banda Aceh.

 

Sebelumnya ada poin tentang tidak melaksanakan kegiatan karaoke, billiard, PS/Game online, musik hingar bingar dan hiburan lainnya selama Bulan Suci Ramadan. Kemudian diganti para pelaku usaha di sektor hiburan harap menjalankan operasional dengan penuh tanggung jawab, dengan tetap menghormati dan menjaga nilai-nilai syariat Islam, tradisi, serta kearifan lokal sesuai dengan aturan dan ketentuan berlaku.

 

Pengaturan jam operasional tempat hiburan selama Ramadan menunjukkan kebijakan penguasa tidak benar-benar memberantas kemaksiatan. Paham sekuler yang dianut di negara ini sangat jelas memisahkan kehidupan dunia dan agama. Inilah gambaran peraturan ala kapitalis yang menjadikan manfaat sebagai tolak ukur.

 

Padahal dalam Islam, keberadaan tempat hiburan yang menjurus ke arah kemasiatan pasti dilarang. Apalagi yang sudah jelas-jelas tampak seperti diskotek dan kelab malam. Disana ada banyak hal yang dilanggar seperti larangan ikhtilat (campur baur pria dan wanita), aurat yang terbuka, dan disediakannya khamr. Jika sekelas Ramadan dengan segala keutamaanya tidak mampu menghentikan praktek-praktek kemaksiatan. Apalagi di bulan-bulan biasa.

 

Sistem pendidikan juga sangat berperan mencetak generasi Islam yang bertakwa. Kekutan iman seseorang yang dididik dengan akidah dan tsaqofah Islam akan menimbang setiap pilihan yang dilakukan. Apalagi di bulan Ramadan yang penuh keberkahan dan janji pahala berlimpah. Sayang sekali jika malah digunakan untuk kemaksiatan. Ramadan terciderai banyak kemaksiatan karena umat tidak memiliki perisai. Momentum bulan suci masih diwarnai dengan berita-berita kriminal.

 

Kemaksiatan hanya dapat diberantas ketika Islam menjadi pedoman hukum. Syariat menjadi standar halal haramnya perbuatan seseorang. Pengaturan semua aspek kehidupan termasuk hiburan dan pariwisata juga tak luput dari fokus negara.

 

Negara akan membuat aturan yang mengatur bagaimana sebuah fasilitas atau tempat pariwisata dapat berfungsi tanpa melanggar syariat. Jika ada pelanggaran maka akan ditindak tegas. Sehingga oknum nakal yang punya niat melanggar, akan berpikir berulang kali. Bulan suci Ramadan di bawah pengaturan Islam secara kaffah membuat umat tenang beribadah serta berlomba lomba dalam kebaikan.

Wallahu a’lam bish-shawwab. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis