Mitigasi Negara Lemah, Rakyat Sering Tertimpa Musibah


Oleh Ida Paidah, S.Pd

 

Lensamedianews.com__ Bencana banjir bandang terjadi di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, dilaporkan satu orang meninggal dunia dan tiga warga mengalami luka-luka. Banjir yang melanda Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia, terjadi sejak Jumat (3/1) kemarin sekitar pukul 17.45 WITA yang disebabkan hujan intensitas lebat.

 

Mengutip dari Antara, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sulteng Andi Sembiring mengatakan berdasarkan laporan, banjir terjadi di kawasan industri pertambangan nikel milik PT Surya Amindo Perkasa di Desa Ganda Ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara.
Ia menjelaskan saat ini pihak BPBD Morowali Utara terus melakukan pendataan terhadap warga yang mengungsi maupun kebutuhan mendesak yang diperlukan.

 

Bencana banjir di berbagai wilayah tanah air, merupakan fenomena berulang. Penyebabnya bisa diprediksi, yaitu curah hujan yang tinggi. Waktu kejadian juga bisa diperkirakan yaitu, pada musim hujan. Bahkan teknologi sudah bisa memperkirakan waktu terjadinya. Banjir menjadi musibah setiap tahun. Semestinya pemerintah melakukan upaya antisipasi dan mitigasi banjir dengan lebih serius.

 

Kelemahan ini membahayakan nyawa masyarakat. Mitigasi lemah tanda negara tidak menjadi raa’in. Ini keniscayaan dalam sistem kapitalisme di mana negara hanya regulator dan fasilitator yang melayani kepentingan para pemilik modal, sehingga abai pada rakyat.

 

Bencana ini juga akibat pembangunan ala kapitalisme yang memberi ruang kebebasan bagi oligarki mengubah lahan serapan menjadi lahan bisnis, abai atas keselamatan rakyat dan kerusakan alam, karena hanya mengejar pertumbuhan ekonomi.

 

Pernyataan Presiden tentang pembukaan lahan sawit (deforestasi) tidak membahayakan dapat dijadikan sebagai landasan pembukaan lahan, meski para ahli sudah menyatakan deforestasi akan mengakibatkan berbagai masalah termasuk terjadinya bencana.

 

WHO pernah menyatakan Indonesia termasuk daerah rawan bencana dan tinggi terdampak bencana. Sebagai negara rentan bencana, tentunya perlu memiliki sistem penanggulangan bencana yang baik. Analisis Bank Dunia (2018) menempatkan Indonesia di peringkat ke-12 dari 35 negara yang menghadapi risiko terbesar akibat bencana alam.

 

Hampir seluruh wilayah di Indonesia terpapar risiko atas lebih dari 10 jenis bencana alam, antara lain gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, kebakaran, cuaca dan gelombang ekstrem, kekeringan, serta likuefaksi. Saat ini, Indonesia bahkan menghadapi bencana nonalam akibat pandemi Covid-19. Dampak dari berbagai bencana tersebut sangat signifikan dan multidimensi.

 

Ini menunjukkan seolah negara tidak peka mengantisipasi atau salah fokus dalam tataran pencegahan sehingga selalu saja baru bergerak ketika bencana sudah terjadi. Penanggulangan dan pencegahan bencana tidaklah cukup dengan membangun infrastruktur fisik pengendali. Perlu langkah lain berupa pengelolaan lingkungan hidup yang tidak kalah penting untuk diperhatikan. Selama ekologinya tidak diperbaiki, bencana akan terus terjadi.

 

Pengaturan Mitigasi dalam Islam

Dalam Islam, negara wajib menghindarkan rakyatnya dari kemudaratan, termasuk bencana. Negara akan melakukan perencanaan matang dalam membangun kota/desa dan berorientasi pada kemaslahatan seluruh rakyat. Negara membangun kota berbasis mitigasi bencana.

 

Mengutip pendapat pakar geospasial Prof. Ing. Fahmi Amhar, saat era kekhalifahan di Turki misalnya, untuk mengantisipasi gempa, yang dilakukan adalah membangun gedung-gedung tahan gempa.

 

Sinan, seorang arsitek yang dibayar Sultan Ahmet untuk membangun masjidnya yang berseberangan dengan Aya Sofia, membangun masjid itu dengan konstruksi beton bertulang yang sangat kokoh dan pola-pola lengkung berjenjang yang dapat membagi dan menyalurkan beban secara merata.

 

Masjid itu, dan juga masjid-masjid lainnya, diletakkan pada tanah-tanah yang menurut penelitiannya pada saat itu cukup stabil. Gempa-gempa besar di atas 8 SR yang terjadi di kemudian hari terbukti tidak menimbulkan dampak yang serius pada masjid itu, sekalipun banyak gedung modern di Istanbul yang justru roboh.

 

Jadi, bencana-bencana alam selalu diantisipasi terlebih dulu dengan ikhtiar. Penguasa dalam Khilafah menaruh perhatian yang besar agar tersedia fasilitas umum yang mampu melindungi rakyat dari berbagai jenis bencana.  Mereka membayar para insinyur untuk membuat alat dan metode peringatan dini, mendirikan bangunan tahan bencana, membangun bunker cadangan logistik, hingga menyiapkan masyarakat untuk selalu tanggap darurat.

 

Islam telah mengatur konservasi agar ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Islam juga mengharuskan adanya pemetaan wilayah sesuai potensi bencana berdasarkan letak geografisnya, sehingga akan membangun tata ruang yang berbasis mitigasi bencana, sehingga aman untuk manusia dan alam.

 

Semua dilakukan oleh negara karena Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in dan junnah, termasuk dalam menghadapi bencana

Please follow and like us:

Tentang Penulis