Niat Awal Gratis, Mengapa Rela Mengemis?

20250115_214333

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

 

LenSa MediaNews.Com, Masih ingat kata-kata ajaib Dilan kepada Milea? “Jangan rindu, ini berat. Kau tak akan kuat. Biar aku saja.” Dilan adalah tokoh dalam sebuah film dari novel berjudul sama karya Pidi Baiq yang viral dibuat berseris sejak tahun 2018-2020. Berbeda subyek dengan film, pemerintah kita, dalam hal ini Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merasa program MBG ( Makan Bergizi Gratis) memberatkan Presiden Prabowo beserta kabinetnya.

 

Rasa berat itu, ternyata tidak akan ditanggung sendiri namun meminta rakyat juga turut menanggung secara sukarela. Hal ini diungkapkan oleh Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin. Sultan menegaskan, bukan berarti pemerintah tidak serius, namun faktanya tidak mungkin semua anggaran negara (APBN) dipakai hanya untuk makan bergizi gratis.

 

Sumbangan masyarakat, menurut Sultan adalah bentuk nilai kegotongroyongan, salah satunya melalui zakat. Sultan pun sudah menyampaikan kepada beberapa duta besar negara lain untuk mensupport Indonesia, dan Jepang sudah menyanggupinya (viva.co.id, 15-1-2025).

 

Satu lagi alasan Sultan meminta keiklasan masyarakat Indonesia “ membantu” meringankan beban pemerintah karena DNA masyarakat Indonesia yang dermawan dan gotong royong.

 

Besar Pasak Daripada Tiang, Bagaimana Rakyat Sejahtera?

 

Menggunakan dana zakat , infak dan sedekah untuk meringankan besarnya dana MBG ternyata sudah diusulkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf. Alasannya Lazis NU sedang mengembangkan program-program pemanfaatan dana-dana infak dan sedekah untuk program-program yang kurang lebih tujuannya sama, salah satunya program MBG (CNN Indonesia.com, 15-1-2025).

 

Sejak awal banyak pihak yang menyangsikan program MBG ini bisa berjalan lancar dan sesuai target. Nyatanya baru berjalan beberapa hari saja, pemerintah sudah mengemis perhatian dan menyatakan berat. Bagaimana rakyat bisa sejahtera?

 

MBG memang pada akhirnya hanyalah proyek penguasa untuk menarik simpati rakyat agar memilih profil yang hari ini berkuasa. Dari sejak penamaan program, nominal dana perpaket hingga menu berganti-ganti. Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengatakan target penerima manfaat program MBG mencapai 82,9 juta jiwa. Jika target tersebut sudah terpenuhi maka anggaran bisa mencapai sekitar Rp1,2 triliun per hari atau sekitar Rp400 triliun per tahun

 

Jumlah yang hampir sama besar dengan belanja infrastruktur yang ditetapkan sebesar Rp400,3 triliun atau program perlinsos sebesar Rp504,7 triliun dalam APBN kita.

 

Meski akan diterapkan secara bertahap, tetap saja bukan jumlah yang sedikit. Semua tahu, APBN kita tak akan mencukupi. Lantas dananya dari mana? Presiden Prabowo di hari pertama setelah dilantik sudah mengadakan lawatan ke Cina, dan berhasil mendapatkan dana bantuan untuk MBG, kemudian Jepang yang sudah memberikan janjinya, muncul usulan menggunakan dana zakat, padahal dalam syariat Islam zakat hanya untuk 8 asnaf, masuk katagori maka pemberian makan bergizi ini?

 

Masih kurang, hingga sekarang rakyat diminta untuk menyumbang, mengapa mental pengemis dijadikan rujukan dalam meriayah rakyatnya? Penguasa menjadi sosok populis otoriter, alias tidak berfungsi sebagaimana yang Rasul contohkan, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Didukung banyak pihak nyatanya zalim terhadap rakyatnya.

 

Hanya Islam Yang Sejahterahkan Rakyat

 

Dalam pandangan Islam, MBG bukanlah skala negara untuk diterapkan. Seharusnya negara membangun ketahanan pangan, sebab, pangan adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat. Maka, sejak dari produksi, distribusi, kehalalan, ragam pangan, hingga ketersediaan di pasar sehingga mudah diakses masyarakat adalah tanggung jawab negara untuk menyelenggarakannya.

 

Dengan ketahanan pangan, masalah stunting, gizi buruk dan lainnya yang berhubungan dengan tumbuh kembang generasi tidak akan terjadi, penerapan sistem Islam Inqilabian (revolusioner dan menyeluruh), artinya, sistem pendidikan, ekonomi, kesehatan dan keamanan juga akan diterapkan agar ketahanan pangan tercapai.

 

Negara berdasarkan syariat Islam juga tidak akan mengandalkan utang atau pajak, melainkan berbasis Baitulmal yang memiliki tiga pos utama, yaitu pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara dan pos Zakat. Pos kepemilikan umum yang terdiri dari hasil pengelolaan berbagai hasil tambang dan energi, kekayaan laut, hutan dan lainnya akan mendanai kebutuhan rakyat dalam bentuk bantuan langsung, semisal air, listrik dan BBM.

 

Serta pembiayaan tidak langsung terkait pembangunan fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, jalan, pasar dan lainnya. Pos kepemilikan negara (fa’i, jizyah, kharaj dan lainnya) digunakan untuk pendanaan jihad, penyediaan lapangan pekerjaan atau modal bagi mereka yang membutuhkan dan lainnya.

 

Maka, ketika setiap keluarga mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dengan mudah atas jaminan negara, kesejahteraan akan terwujud, tidakkah kita merindukan sistem yang telah dicontohkan Rasulullah ini? Wallahualam bissawab. [ LM/ry ].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis