LGBT Menyebar di Sumbar, Rakyat Harus Sabar?

20250109_184131

Oleh : Ummu Alhani

Pegiat Literasi

 

LenSa Media News.com, Tindakan LGBT memang sudah sangat meresahkan. Dari anak remaja hingga orang dewasa sudah banyak yang terkena penyakit penyimpangan seksual ini. Bahkan Indonesia meraih peringkat ke 5 skala global sebagai negara terbanyak pelaku LGBT.

 

Adapun provinsi yang mekar dengan LGBT diraih oleh Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan data hasil tim konselor penelitian perkembangan penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), angka LGBT di Sumbar mencapai 18.000 orang (tribunnews.com, 7-5-2019).

 

Di tahun 2019 saja jumlah mereka mencapai 18.000 bagaimana dengan di tahun 2024-2025?, Tentu jumlahnya semakin meroket, mengingat arus deras seks bebas semakin gencar disuarakan dan mereka berlindung dibalik perisai HAM.

 

Sumbar adalah sebuah provinsi yang terkenal dengan filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah“ nyatanya hanya tinggal slogan, pasalnya wilayah yang kenal dengan nuansa syariat ini justru mengalami destorsi moral yang luar biasa rusak.

 

Sebagaimana diantara banyaknya kasus, salah satu kasus ini juga begitu memilukan, bagaimana mungkin seorang guru pesantren melakukan sodomi kepada santri laki-lakinya hingga memakan korban sebanyak 45 orang santri (jurnalsumbar.com, 17-8-2024).

 

Kasus serupa tentu banyak terjadi di berbagai daerah lainnya, hanya saja ada yang terendus media atau justru diselesaikan secara diam-diam dan bahkan mungkin masih banyak diluar sana yang masih melakukan tindakan terlaknat tersebut.

 

Adapun upaya pemerintah Sumbar dalam menangani kasus LGBT tentu sangat kita dukung. Bahkan sejak tahun 2017 DPRD Sumbar dan Pemerintah Provinsi Sumbar telah memiliki rencana pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang LGBT.

 

Asisten II Sekretariat Provinsi Sumatra Barat, Syafruddin mengatakan, pengaturan mengenai LGBT akan disisipkan dalam revisi Peraturan Provinsi Sumatra Barat nomor 11 tahun 2001 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Maksiat, atau akrab disebut Perda Maksiat. Namun, hal tersebut tidak akan efektif. Banyak peraturan daerah berbasis syariah yang telah disahkan, tetapi terus-menerus dipermasalahkan oleh berbagai pihak.

 

Beberapa bahkan dibatalkan oleh pemerintah pusat karena dianggap bertentangan dengan kebijakan nasional. Terlebih lagi, dalam sistem demokrasi sekuler, yang dijadikan acuan dan bukan Islam, melainkan hak asasi manusia (HAM). Oleh karena itu, penerapan syariat Islam secara menyeluruh akan menjadi satu-satunya solusi membasmi berbagai penyakit sosial termasuk LGBT.

 

Meletakkan pemecahan masalah kepada sistem sekuler justru akan menciptakan permasalahan yang baru. Pasalnya sistem ini berasal dari akal manusia yg lemah, dan terbatas. Sudah pasti segala aturan yang diciptakan dari lumbung sekulerisme akan menafikan peran sang Pencipta sebagai pengatur.

 

Dan menjadikan standar benar dan salah bertumpu pada kepentingan dan hawa nafsu. Hal inilah yang pada akhirnya menjadikan semua problematika yang kita hadapi sama sekali tidak menemukan jalan keluar yang memuaskan akal, sesuai fitrah dan menenteramkan jiwa.

 

Sesuatu yang pasti dan harus kita lakukan adalah mengembalikan semua pemecahan persoalan ke dalam bingkai Islam. Wallahualam bissawab. [ LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis