Ada apa Dibalik Rapuhnya Mental Gen Z ?
Oleh: Farida
Muslimah Peduli Generasi
LenSa Media News_Opini_Krisis kesehatan mental pada remaja di negeri ini semakin mengkhawatirkan. Hal ini merupakan ancaman yang serius bagi generasi penerus bangsa.
Sebagaimana yang dikutip dari data Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menunjukkan remaja Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental, satu dari tiga remaja atau setara dgn 15,5 juta remaja. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, satu dari dua puluh remaja (2,45 juta) terdiagnosis gangguan mental. Survei Kesehatan Indonesia (2023), mengungkap bahwa depresi sebagai penyebab utama disabilitas pada remaja, dengan Gen Z (15-24 tahun) tercatat paling rendah dalam mengakses pengobatan (Timesindonesia.co.id, 17-10-2024).
Realita yang terjadi saat ini pada Gen Z berada dalam kubangan aru teknologi yang begitu deras. Diawali dari alat ponsel canggih yang mudah dimiliki, hingga media sosial merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan.
Dibalik semua itu akan ada dampak yang ditimbulkan terhadap mental Gen Z jika penggunaan teknologi tersebut digunakan secara berlebihan. Dampak psikologis yang serius diantaranya kondisi merasa tertekan. Dimana seseorang merasa tertinggal dari aktifitas sosial orang lain yang disuguhkan di medsos dan merasa tidak puas diri.
Selain itu candu teknologi remaja akan banyak menghabiskan waktu hingga berjam-jam berada didepan layar terutama dimalam hari. Tentu ini akan menggangu pola tidur yang akan berpengaruh pada kesehatan mental mereka.
Menyedihkan memang ketika kita menyaksikan mental Gen Z semakin rapuh jauh dari kata yang selalu disematkan sebagai Agent Of Change. Jangankan untuk menjadi sebagai agen perubahan, masalah diri pribadi pun belum mampu diselesaikan dengan baik dan benar, apalagi masalah yang bukan menjadi urusannya .
Semua hal ini terjadi sebagai dampak dari sistem demokrasi kapitalisme yang banyak melahirkan aturan rusak. Di sisi lain, hari ini Gen Z terjebak dalam gaya hidup rusak, mulai dari FOMO (Fear Of Missing Out/takut ketinggalan tren), yang lebih mengkhawatirkan pemikiran mereka dipengaruhi bahwa hidup hanya sekali maka harus dinikmati sepuasnya.
Gen Z memiliki modal besar sebagai agen perubahan, termasuk membangun sistem kehidupan yang shahih. Namun, demokrasi menjauhkan Gen Z dari perubahan hakiki dengan Islam yang menyeluruh, padahal hanya dengan sistem Islam generasi dan umat manusia akan selamat.
Untuk itu, Gen Z membutuhkan adanya partai yang akan membina mereka secara shahih, yang mendorong terbentuknya kepribadian Islam. Yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap Islami, yang akan membela dan membangun peradaban Islam.
Berada pada usia produktif memiliki peran penting untuk menciptakan masyarakat. Tidak hanya menyibukkan diri urusan dunianya saja, tetapi harus punya kontribusi dalam mengarahkan umat agar memahami pentingnya memikirkan akhirat setelah kehidupan ini.
Sehingga usia muda akan dipenuhi dengan amalan yang terbaik. Berikutnya, negara akan berperan sentral membangun peradaban dengan dasar keimanan yang kokoh.
Wallahu a’lam bishawab.
(LM/SN)