Eksploitasi Tenaga Terdidik dalam DUDI

LenSa Media News– Perkembangan ekploitasi tenaga terdidik, baik tingkat sekolah maupun pendidikan tinggi menjadi hal yang berulang kali dikritisi oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Melalui ketua KPAI Ai Maryati Solihah, mengungkapkan program Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang ada di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) rentan menjadi modus eksploitasi pekerja anak.

 

Ia memberi contoh pada 2022, sebuah hotel bintang 4 di Kota Bekasi, Jawa Barat, memanfaatkan program PKL untuk mempekerjakan anak di bawah umur dengan jadwal masuk lima hari kerja ditambah dua hari kerja. Menurut Ai, jadwal kerja seperti itu termasuk overtime alias melebihi jam kerja (Tempo.co, 9-10-2024).

 

Sejatinya memang program magang atau PKL baik pada pendidikan menengah (SMK) atau pendidikan tinggi adalah program untuk melatih ketrampilan dan menambah pengalaman melalui magang pada perusahaan. Program ini merupakan konsekuensi dari adanya sekolah vokasi pada tingkat menengah ataupun pada pendidikan tinggi yang merupakan realisasi link & match dunia pendidikan dengan dunia usaha dunia industri (DUDI).

 

Tak heran, dalam sistem kapitalisme, program ini rawan menjadi sarana eksploitasi pelajar ataupun mahasiswa oleh perusahaan hanya karena mengejar keuntungan. Berbagai bentuk eksploitasi yang dapat terjadi adalah beban kerja yang tinggi, jam kerja overtime, tanpa gaji, tanpa jaminan keselamatan dan kesehatan, dan lain-lain.

 

Ini semua adalah dampak dari kapitalisasi pendidikan. Kapitalisme juga mengakibatkan hubungan antara perusahaan dan sekolah sebagai hubungan yang saling menguntungkan, namun merugikan peserta didik.

 

Hal ini menimbulkan keresahan semua pihak, namun sistem hari ini tidak dapat memberi solusi. Dalam Islam, negara menyelenggarakan pendidikan untuk mencetak SDM yang berkepribadian Islam, unggul, agen perubah, terampil dan berjiwa pemimpin yang akan membangun peradaban yang mulia. Negara akan memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mencetak SDM yang berkualitas dan terampil.

 

Hal itu akan mudah diwujudkan karena negara dalam Islam memiliki sumber daya untuk membiayai semuanya, tanpa harus bergantung kepada pihak lain. Sistem ekonomi Islam akan menjadi pedoman dalam mengatur anggaran negara. Kalaupun ada kebutuhan bekerjasama dengan pihak lain, maka tidak akan terjadi penyalahgunaan program magang/PKL yang merugikan peserta didik. Wallahu a’lam bissawab. Dian Agus Rini, S.E.[LM/El/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis