Bangun Rumah kena Pajak, Kok Bisa?

Oleh : Aprilya Umi Rizkyi

Komunitas Setajam Pena

 

LenSa Media News–Pajak naik dan terus naik lagi. Semua barang yang  dimiliki   dipungut pajak seperti kendaraan bermotor, mobil, tanah, bangunan dan lain-lain. Kini pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk  membangun rumah baik sendiri,  menggunakan jasa kontraktor atau tanpa kontraktor akan naik dari 2,2 persen  menjadi 2,4 persen mulai tahun depan (tirto.id, 13-10-2024).

 

Hal ini selaras dengan  rencana kenaikan PPN secara umum yaitu dari 11 persen menjadi 12 persen. Ketentuan ini juga didukung Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Yang berbunyi”Tarif PPN sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.”

 

Meskipun demikian, tidak semua pembangunan itu dikenakan PPN. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi jika kegiatan pembangunan itu dikenakan PPN, di antaranya:

 

a. Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;

b. Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan

c. Luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 meter persegi.

Inilah salah satu dampak diterapkannya sistem kapitalis-sekuler. Dimana dalam sistem ini, pajak merupakan sumber pemasukan negara yang utama. Negara hanya berperan layaknya pengusaha.

 

Sistem Ekonomi Islam

 

Penerapan sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan rakyat dari orang per orang. Negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat dengan gaji yang layak sehingga rakyat hidup sejahtera dan bisa membeli sandang, pangan, dan papan dengan murah dan mudah. Negara berperan sebagai pelayan masyarakat, salah satunya berupaya memudahkan masyarakat untuk memiliki rumah.

 

Masalah kepemilikan tanah, rakyat tidak harus membeli untuk bisa memilikinya. Mereka bisa memiliki tanah secara gratis dan legal. Hal ini karena Khilafah mempermudah rakyat memiliki tanah dengan penerapan hukum-hukum seputar tanah misalnya : Adanya larangan penelantaran tanah,  negara mewajibkan dikelola. Tanah yang telantar lebih dari tiga tahun akan disita negara dan diberikan pada yang membutuhkan. Rasulullah saw. bersabda,“Siapa saja yang memiliki tanah, garaplah tanah itu atau ia berikan tanah tersebut kepada orang lain. Jika ia tidak melakukan hal itu, sitalah tanahnya.” (HR Bukhari).

 

Dengan demikian, tidak akan ada orang yang menguasai tanah sangat luas, tetapi ditelantarkan, sedangkan orang lain ada yang membutuhkan, tetapi tidak memilikinya. Aturan ini akan menyelesaikan persoalan ketimpangan pemilikan tanah.

 

Dorongan menghidupkan tanah mati. Mereka bisa memiliki tanah dengan cara menghidupkan tanah mati. Mereka tidak perlu mengeluarkan uang, tetapi hanya mengeluarkan tenaga untuk menghidupkan tanah tersebut. Dari situ mereka memperoleh tanah untuk membangun rumah. Rasulullah saw. bersabda,“Barang siapa menghidupkan tanah yang mati maka tanah itu (menjadi) miliknya.” (HR Bukhari).

 

Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh satu orang pun. Sedangkan yang dimaksud dengan menghidupkannya adalah mengolahnya dengan cara menanaminya, baik dengan tanaman maupun pepohonan, atau dengan mendirikan bangunan di atasnya.

 

Dengan kata lain, menghidupkan tanah mati adalah memanfaatkan tanah untuk keperluan apa pun yang bisa menghidupkannya. Dengan adanya upaya seseorang untuk menghidupkan tanah, berarti upaya seseorang tadi telah menjadikan tanah tersebut sebagai miliknya. Semisal memagarinya. Rasulullah saw. bersabda,“Barang siapa membatasi (memagari) tanah yang mati maka tanah itu (menjadi) miliknya.” (HR Ahmad).

 

Adanya kebijakan iqtha yaitu pemberian tanah oleh negara pada rakyatnya. Negara bisa memberikan tanah kepada warganya untuk dibangun rumah di atasnya. Amru bin Syuaib ra. berkata,“Rasulullah saw. pernah memberi lahan kepada sekelompok orang dari Muzaynah atau Juhainah“.

 

Dengan sistem ini, rakyat akan mudah memiliki rumah. Baik dengan membeli ataupun membangun sendiri. Jika membangun sendiri, tanahnya disediakan oleh negara dan bisa diperoleh tanpa mengeluarkan uang, cukup dengan tenaga.  Bahkan negara bisa memberi dana pada rakyat yang membutuhkan untuk membangun rumah.

 

Khilafah serius menjamin kepemilikan rumah bagi rakyat. Segala sesuatu yang rakyat dibutuhkan untuk memiliki rumah dijamin oleh negara. Ini bisa saja dilakukan karena Baitulmal memiliki banyak sumber pendapatan di antaranya kepemilikan umum seperti tambang, hasil laut, hasil hutan, dan lainnya. Negara khilafah tidak bergantung pada pajak. Sebagaimana sistem hari ini. Wallahualam bissawab. [ LM/ry ].

Please follow and like us:

Tentang Penulis