Segudang Prestasi, Tidak Bertakwa, Sampah!

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

 

LenSa Media News–Kasus video viral ” Gorontalo” terus bergulir, sekali baca beritanya, tanpa mencari, mesin Algoritma akan terus menampilkan di beranda media sosial kita. Entah dengan diparodikan, disensor sebagian, diberi iringan musik beraneka genre hingga diberi caption unik menggelitik.

 

Dari yang semula menghujat perbuatan kedua manusia berbeda usia itu, netizen berubah membela sang gadis sebab selain karena masih di bawah umur dengan segudang prestasi yang jika sang gadis kuat dan bersabar akan bisa meraih cita-citanya.

 

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Gorontalo turut mendampingi korban dalam proses pemulihan psikologis. Mereka menyatakan pentingnya langkah-langkah preventif agar kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur bisa diminimalisir (katamerdeka.com, 26-9-2024).

 

Kepala Dinas PPPA Kabupaten Gorontalo, Zascamelya Uno, mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak sekolah agar anak tetap bisa melanjutkan pendidikannya, jangan sampai karena adanya kasus ini menghalangi ia meraih ijazah.

 

Sementara pihak kepolisian selain memberi penjelasan menunggu ada perkembangan lebih lanjut terkait proses hukum yang berjalan. Masyarakat diminta untuk tidak menyebarkan konten terkait kasus ini yang bisa merugikan pihak korban dan tersangka, serta menyerahkan prosesnya kepada pihak berwenang.

 

Sang guru memang sudah dinon aktifkan, dan terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara, sementara sang gadis kini menanggung malu dan trauma. Bagaimana keluarganya? Sanksi sosial sangatlah berat. Sepanjang video beredar, sepanjang itu pula mereka mengemban aib.

 

Bagi Kapitalisme Masih Ada Kesempatan

 

Seolah sebuah sinetron dengan episode ratusan, kasus ini bergulir tanpa mampu dihambat siapapun. Upaya pemerintah sehening sunyi, hingga semua lepas dari fokus yang seharusnya, yaitu kapitalisme akut sudah menyerang banyak pihak, ulama tak bergeming, pejabat sibuk urusan usung mengusung calon pilkada, pilbup dan walikota. Sementara rakyat disuguhi normalisasi pergaulan bebas, dengan melihat sisi keprihatinan gadis muda belia, yatim piatu yang haus kasih sayang.

 

Media menyorot tanpa ada edukasi, penyematan korban dan pelaku sungguh tidak adil, sebab keduanya menikmati, sang gadis berkerudung itu tak berat hati, jika tidak mengapa hubungan terlarang itu bisa bertahan sejak 2022? Kapitalisme meniscayakan seseorang kehilangan kesadaran akan hubungannya dengan Sang Pencipta, tak ada halal haram, tak ada surga neraka, yang ada terpuaskan syahwat jasadiyah.

 

Memang rasa suka tak bisa ditahan, di awali rasa hormat tapi kemudian menyerahkan kesucian diri adalah fatal. Bukti pendidikan kita sama sekali tak bisa menghentikan pergaulan bebas ini. Kasus Gorontalo bukan yang pertama, juga sudah pasti bukan yang terfenomenal, sebab hubungan badan atas dasar suka sama suka kini menjadi gaya hidup. Legal dalam UU kita.

 

Negara barat pengusung ide kapitalisme menjadi kiblat modernitas. Padahal, kerusakan di segala lini sudah jadi tontonan nyata. Kasus rapper dan produser musik terkenal, Sean Combs atau P Diddy, asal Miami, Amerika Serikat telah mengguncang dunia, penangkapannya tanggal 16 September 2024, oleh kepolisian New York meninggalkan berbagai tuduhan berat, termasuk pelecehan seksual, perdagangan manusia, hingga prostitusi (tribunnews.com, 1-10-2024).

 

Masihkah kita berharap akan mencapai target Indonesia Emas 2045 jika hari ini generasi penerus kita otaknya tak lepas dari paparan perilaku bebas tanpa batas? Banyaknya kasus aborsi, buang bayi, stunting, pembunuhan, pengeroyokan, tawuran jelas hanya satu akar persoalannya, yaitu kapitalisme yang tumbuh subur di alam demokrasi, sebab sama-sama sekuler (memisahkan agama dari kehidupan).

 

Islam Wujudkan Peradaban Mulia

 

Semua butuh paradigma positif dalam membangun peradaban mulia, dan itu hanya dalam sistem Islam, sebab Islam berasal dari wahyu Allah SWT. Sedang Kapitalisme demokrasi berasal dari akal manusia yang bakal rentan kepentingan dan maslahat.

 

Negara sebagai penerap hukum syara secara tegas akan melarang zina sejak dari benih, sebagaimana firman Allah SWT. yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS. Al-Isra: 32).

 

Sistem pergaulan, sistem pendidikan, sistem ekonomi hingga hukum dan sanksi berbasis akidah Islam. Negara yang wajib menerapkannya,  Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

 

Dalam kasus video Gorontalo, akan ada penegakkan jilid (cambuk) bagi yang belum menikah, sedang dirajam bagi mereka yang sudah menikah. Mereka pun akan dibuang dan diasingkan sesuai kebijakan Khalifah. Tak ada “masa depan” sebagaimana dijanjikan dalam sistem kapitalisme, sebab hukum dalam bersifat Jawabir (penebus dosa) dan Zawazir (membuat jera). Wallahualam bissawab. [LM/ry].

 

 

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis