Ibu, di Mana Hati Nuranimu?

Oleh Siska Juliana

 

 

LenSa MediaNews__ Sebening tetesan embun pagi
Secerah sinarnya mentari
Bila ku tatap wajahmu ibu
Ada kehangatan di dalam hatiku

 

Sepenggal lirik lagu di atas menggambarkan arti kehadiran ibu bagi seorang anak. Kasih sayang antara ibu dan anak tak terbatas dan sudah terjalin sejak masih dalam kandungan. Secara fitrah, seorang ibu tidak akan membiarkan anaknya menderita atau kekurangan sesuatu apa pun. Ia akan menjadi garda terdepan dalam melindungi anaknya.

 

Hal berbeda dilakukan oleh seorang ibu di Kabupaten Sumenep. Ibu yang berinisial E tega mengantarkan anaknya untuk dirudapaksa oleh kepala sekolahnya (J). Sungguh pilu nasib remaja perempuan tersebut. (kumparan.com, 01-09-2024)

Menurut pengakuan korban pada ayah kandungnya, ia mengalami hal memilukan tersebut sebanyak lima kali, sejak Februari hingga Juni 2024.

 

Alasan ibu kandungnya tega melakukan hal keji tersebut lantaran untuk ritual menyucikan diri. Akan tetapi setelah diselidiki, pelaku J merupakan selingkuhan ibu korban. Ritual menyucikan diri hanyalah alasan untuk menutupi perselingkuhan mereka. E membujuk anaknya untuk berhubungan intim dengan pelaku dengan iming-iming dibelikan motor.

 

Atas perbuatan kejinya itu, E dijerat dengan Pasal ayat (1), (2) Undang-Undang Republik Indonesia No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Sedangkan J dijerat dengan Pasal 81 ayat (3) (2) (1), 82 ayat (2) (1) UU RI No 17 Tahun 2016 perubahan atas UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

 

Dari fakta ini kita mendapati bahwa hati nurani seorang ibu telah hilang. Alih-alih melindungi anaknya, si ibu malah menjerumuskan anaknya pada jurang kehinaan. Sungguh berat trauma yang dialami anak itu akibat perbuatan keji yang dialaminya.

 

Berbagai faktor melatarbelakangi peristiwa memilukan tersebut. Lemahnya keimanan telah mendorong seseorang berbuat keji dan asusila. Saat keimanan rusak, hawa nafsu menguasai diri, sehingga akal dan naluri ibu lenyap.

 

Hilangnya naluri ibu telah nyata menghancurkan keluarga. Masa depan anak menjadi suram, karena sang ibu dengan sengaja menyerahkannya pada pria jahat. Hal itu dilakukan untuk menutupi perselingkuhannya. Maka hancurlah keluarga karena perilaku si ibu.

 

Akar permasalahan utama dari hilangnya naluri seorang ibu adalah penerapan sistem kapitalis sekuler. Sistem sekuler kapitalis telah menjauhkan kehidupan dari aturan Allah Swt.. Tujuan hidupnya hanya untuk mengejar materi dan memuaskan hawa nafsu. Alhasil, kebobrokan moral yang terjadi sangatlah parah. Nyatanya, seorang ibu tega menjual anak ke selingkuhannya.

 

Sistem kapitalis sekuler melahirkan dan menjamin kebebasan berperilaku dan berekspresi. Alhasil, seseorang dapat bertindak sesuka hati asal tidak mengganggu kehidupan orang lain. Dengan begitu, perilaku bebas tanpa batas makin tak terbendung. Misalnya pacaran, berzina, khalwat (berdua-duaan dengan nonmahram), ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), serta tidak menutup aurat dengan sempurna.

 

Hal ini diperparah dengan sistem pendidikan sekuler yang tidak menghasilkan kemaslahatan. Tujuan dari pendidikan sekuler hanyalah meraih materi sebanyak-banyaknya. Tolok ukur kesuksesan seseorang dilihat dari banyaknya materi yang ia miliki. Sistem pendidikan sekuler menjadikan anak tidak memiliki ketakwaan, karena hanya bertumpu pada kesenangan duniawi semata.

 

Faktanya, kedua pelaku merupakan oknum pegawai negara sekaligus pendidik. Akan tetapi mereka berperilaku layaknya binatang, hanya mengikuti hawa nafsu dan kesenangan semata. Ini merupakan bukti bahwa hasil pendidikan sekuler tidak mampu memberikan pedoman hidup yang sahih.

 

Selain itu, sanksi bagi para pelaku zina dan asusila yang diberlakukan dalam sistem kapitalis saat ini tidak menimbulkan efek jera. Akhirnya, zina dan asusila marak terjadi di mana-mana.

 

Dengan demikian, sistem kapitalis sekuler telah nyata rusak dan merusak tatanan di berbagai aspek kehidupan. Sudah selayaknya sistem ini diganti dengan sistem hidup yang sahih agar membawa kebaikan dan keberkahan di dunia maupun akhirat. Sistem sahih itu adalah Islam.

Sebagaimana firman Allah Swt.,

Siapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agamanya) tidak akan diterima darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (TQS. Ali-Imran: 85)

 

Islam merupakan agama dan ideologi (mabda) yang berasal dari Allah Swt., Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan. Islam memiliki seperangkat aturan untuk mengatur kehidupan manusia. Mulai dari bangun tidur sampai bangun negara. Ajaran Islam memuaskan akal dan menenteramkan hati. Alhasil, pasti membawa kemaslahatan ketika diterapkan oleh sebuah negara.

 

Ini terbukti dengan peradaban Islam yang cemerlang selama lebih dari 13 abad lamanya dan mampu menguasai 2/3 dunia. Di mana kehidupan menjadi aman, nyaman, dan sejahtera. Buah penemuan dari peradaban Islam pun masih bisa kita rasakan sampai saat ini.

 

Islam memiliki perhatian yang sangat besar pada ibu. Sebab darinya terlahir generasi berkualitas untuk melanjutkan peradaban gemilang. Ibu memiliki peran strategis sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya (madrasatul ula) juga sebagai pengatur rumah tangga (ummu wa rabbatul bait).

 

Untuk menjalankan peran tersebut, seorang ibu harus memiliki pemahaman Islam yang benar. Ia wajib mendidik anaknya dengan menanamkan akidah Islam yang kuat dan menanamkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka negara wajib hadir sebagai support system untuk melindungi dan menjaga rakyatnya.

 

Negara yang menerapkan Islam secara kafah senantiasa melindungi dan menjaga rakyatnya. Negara akan menjadi support system bagi rakyatnya di seluruh bidang kehidupan.

 

Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam. Para ibu tidak akan terbebani dengan permasalahan ekonomi. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan dasar dan membuka lapangan pekerjaan yang luas atau memberikan modal usaha bagi para ayah.

 

Dalam Islam perempuan diperbolehkan untuk bekerja di ranah publik, seperti menjadi tenaga kesehatan, guru, kepala sekolah, dan yang lainnya. Tetapi Islam mengatur jam kerja bagi perempuan agar tidak melalaikan kewajiban utamanya untuk mengurus dan mendidik anak.

 

Kemudian negara menerapkan sistem pendidikan belandaskan akidah Islam yang akan melahirkan generasi berkepribadian Islam. Setiap individu akan memiliki pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) islami.

 

Negara juga menerapkan sistem pergaulan Islam, sehingga mencegah pergaulan bebas di masyarakat. Kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah. Mereka boleh berinteraksi hanya dalam perkara-perkara yang disyariatkan saja seperti berjual beli, pendidikan, kesehatan, dan silaturahmi pada kerabat.

 

Aktivitas pacaran, zina, dan berkhalwat dilarang dengan tegas. Dengan begitu, pergaulan akan tetap terjaga dan tercipta suasana kondusif.

 

Berbagai konten, tayangan yang mengumbar aurat, atau tontonan unfaedah akan disaring dan dicegah oleh negara. Alhasil, yang dapat dinikmati hanya tayangan bermanfaat untuk mendukung terciptanya generasi berkualitas.

 

Negara senantiasa mengedukasi dan mendidik masyarakat untuk terikat dengan hukum syarak. Jangan sampai terlena oleh kenikmatan dunia yang sesaat dan beramal untuk kehidupan akhirat. Masyarakat didorong untuk melakukan amar makruf nahi mungkar.

 

Sistem sanksi dalam Islam memberi efek jera bagi pelaku dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa (zawajir), serta penebus dosa di akhirat kelak (jawabir). Sanksi dalam Islam tidak mengenal jual beli hukum dan praktik tebang pilih hukum.

 

Dengan penerapan Islam secara kafah, akan terbentuk suasana keimanan yang kuat. Generasi terlindungi dari kerusakan, serta seorang ibu akan menjalankan fungsi strategisnya dengan baik. Wallahualam bishshawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis