Terjerat Judol hingga Bunuh Diri, Kebijakan Negeri belum Beri Solusi

Oleh: Syifa Nurhayari (Pengajar)

 

LenSa Media News/_Opini_Kabar mengejutkan baru-baru ini bahwa ada seorang pria dengan inisial HP (31) yang diduga terjerat utang karena judi online, nekat mengakhiri hidup di rumahnya di Kampung Pasantren, Desa Sukamukti, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung pada Rabu (Cirebon.tribunnews.com, 31/7/2024).

 

Sebelum meninggal, HP sempat bertengkar dengan istrinya yang berinisial SRM, kemudian istrinya pergi meninggalkan rumah. Tidak lama kemudian, istrinya kembali ke rumah dan mendapati HP sudah tidak bernyawa akibat gantung diri. Istri korban kemudian mendatangi tetangganya yang berinisial F untuk meminta pertolongan. Ketika tiba di rumah SRM, saksi F juga kaget melihat HP sudah tergantung. Istri korban dan para saksi kemudian berteriak histeris.

 

Maraknya perjudian hingga memakan korban adalah dampak dari lemahnya keimanan seseorang dan kurangnya pengawasan dari pemerintah terhadap perjudian. Bukankah sudah jelas mengenai larangan dan pidana bagi judol yang terdapat pada Undang-Undang di Indonesia?

 

Terdapat beberapa peraturan yang mengatur perjudian, seperti Pasal 303 dan Pasal 303 bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian (UU 7/1974). Di sisi lain, perjudian online diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016).

 

Perjudian Menurut KUHP

 

Pasal 303 ayat (1) KUHP menjelaskan sebagai berikut: “Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin:

a. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu;

 

b. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya suatu syarat atau dipenuhinya suatu tata-cara.

 

Dalam UU ITE tersebut sudah sangat jelas larangan judi online dan hukum pidananya. Lantas mengapa masih marak praktek perjudian baik judol ataupun secara langsung?

Kasus di atas dan masih banyak kasus lain yang terjadi di Indonesia, menandakan lemahnya pengawasan dan lemahnya hukum di Indonesia, karena Indonesia menggunakan ideologi kapitalis yang dibuat oleh manusia yang asasnya adalah pencarian manfaat, maka hukumnya bersifat lemah dan bisa diubah-oleh manusia yang memiliki kekuasaan dan kepentingan.

 

Islam Memberi Ketegasan Hukum atas Kemaksiatan

Dalam kejadian tersebut terdapat dua perbuatan dzalim, yaitu berjudi dan bunuh diri, dan sungguh keduanya termasuk dosa yang sangat besar. Adapun dalil mengenai judi adalah, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (Al-Maidah: 90).

Kemudian dalil mengenai larangan bunuh diri: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (An-Nisa: 29).

 

Dalam ideologi dan sistem pemerintahannya berasal dari Allah dengan sistem Islam yang hukumnya bersumber dari hukum syara. Tentu sistem ini sangat tegas dalam menghukumi perbuatan dzalim dan maksiat, dan tidak dapat diganti-ganti seenaknya, karena sumbernya berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

 

Wallahua’lam.

(LM/SN)

Please follow and like us:

Tentang Penulis