Pendidikan Bisa Berkah dengan Pinjol?
Oleh: Isnani Zahidah
LenSa Media News–“Pinjol ini memang sudah mengandung arti kesannya negatif. Tetapi, kan ini sebuah inovasi teknologi. Akibat dari kita mengadopsi teknologi digital terutama, dan ini sebetulnya kan peluang bagus asal tidak disalahgunakan dan tidak digunakan untuk tujuan pendidikan yang tidak baik,” ungkap Muhadjir dalam konferensi pers di Kantor Kemenko PMK (tirto.id, 3/7/2024).
Viral pernyataan Menteri di atas, terkait pembayaran kuliah dengan pinjol, sebagai bentuk inovasi teknologi. Ia mendukung wacana student loan atau pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa untuk membayar uang kuliah.
Biaya pendidikan tinggi menjadi tantangan besar bagi para mahasiswa tingkat ekonomi menengah ke bawah. Di negara-negara maju seperti Amerika, Kanada, Australia, Inggris sudah lebih dulu menyelesaikan masalah biaya tinggi perguruan tinggi dengan opsi student loan yang diartikan dengan pinjaman pelajar atau mahasiswa.
Student loan merupakan jenis pinjaman yang dirancang agar mahasiswa dapat membiayai pendidikan mereka. Pinjaman ini mencakup biaya kuliah, buku, biaya hidup, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya, student loan sama dengan pinjaman pada umumnya di bank, di mana ada cicilan pokok dan bunga. Namun yang membedakannya dengan pinjaman bank, pembayaran student loan bisa dilakukan beberapa tahun mendatang alias saat mahasiswa sudah lulus dan bekerja, biasanya tagihan pembayaran utang baru akan muncul setelah 6 bulan sejak wisuda (kompas.com, 2024/05/24).
Pendidikan merupakan jalan untuk mencerdaskan pemikiran dan meninggikan perilaku masyarakat bangsa. Jika pendidikan dibiayai dengan aktivitas yang dilarang oleh Allah yaitu dengan hutang riba, bisa dibayangkan bagaimana output pendidikan kelak. Bila ditelisik lebih jauh, ada akar masalah dalam pengelolaan pendidikan hingga biaya pendidikan begitu mahal. Yang itu tak tersentuh dengan regulasi yang ada.
Pendidikan dikelola oleh negara dengan sistem kapitalis sekuler, artinya pendidikan dijalankan untuk memenuhi kepentingan materi dan dipisahkan dari aturan Ilahi. Kurikulum pendidikan didesign bertujuan untuk mencari kerja.
Ujung-ujungnya mencari materi, abai terhadap pembentukan karakter manusia sebagai seorang hamba yang tunduk dan taat terhadap aturan penciptanya sehingga output dari pendidikan melahirkan manusia-manusia yang jauh dari tuhannya.
Sedang dari pembiayaan pendidikan dalam sistem kapitalis sekuler, diserahkan kepada kapital dan individu rakyat. Pendidikan dikomersialkan untuk mencari keuntungan para kapitalis. Karena pendidikan dikomersialkan maka beban biaya pendidikan ditanggung oleh masing-masing individu rakyat.
Hal ini yang menjadikan biaya pendidikan begitu mahal dan memberatkan rakyat. Dengan kondisi rakyat hidup pas-pasan dan miskin dipastikan tak akan bisa mendapat pendidikan yang layak. Lebih ironis lagi negara mensolusi biaya tinggi dalam pendidikan dengan utang atau student loan.
Berbeda dengan pengelolaan pendidikan dalam Islam. Sistem pendidikan islam dibangun atas dasar akidah Islam dan yang menjalankan sistem ini adalah negara secara total. Sehingga negara yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pembiayaan pendidikan. Bahkan pendidikan merupakan kebutuhan mendasar warga negara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, ” Menuntut ilmu wajib atas setiap muslim .” (HR. Ibnu Majah).
Karena pendidikan membutuhkan biaya besar maka pendidikan berkaitan dengan ekonomi negara, sistem politik dalam dan luar negeri, sistem pengelolaan kekayaan negara atau sumber daya alam (SDA).” Ini menjadi kewajiban negara sebagaimana sabda Rasulullah Saw. , ” Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Sehingga pembiayaan pendidikan berasal dari negara. Pembiayaan pendidikan diambil Baitulmal di pos fai’, kharaj, jizyah, atau dari pos pendapatan pengelolaan kepemilikan umum seperti tambang minerba dan migas.
Individu warga negara dibolehkan secara mandiri untuk berinfaq atau wakaf untuk keperluan pendidikan sesuai kemampuannya. Semua mekanisme ini tidak bisa terwujud jika syariat Islam belum di terapkan. Maka menjadi kewajiban kita seluruh kaum muslim untuk memperjuangkannya. Wallahualam bissawab. [LM/ry].