Judol Mewabah, Dapatkah Diselesaikan?

Oleh : Dika Lukita Sari

 

LenSa Media News–Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat akan memfasilitasi Pemerintah Kota Bogor (Pemkot Bogor) untuk mendapatkan data konkret terkait nilai transaksi judi online (judol) di wilayah Bogor Selatan yang dicatat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

 

Langkah ini diambil menyusul temuan tingginya pelaku judi online di wilayah Bogor Selatan mencapai 3.720 orang, dengan perputaran uang Rp 349 miliar (megapolitan.kompas.com, 04/07/2024).

 

Menindaklanjuti permasalahan judol ini, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya. Langkah pertama yang dilakukannya adalah memberikan akses ke Pemkot Bogor untuk mendapat data pelaku judol yang dicatat PPATK.

 

Data ini bukan langsung dari akses judol, melainkan dari pinjaman online (pinjol) karena mereka yang kekurangan uang untuk judol kemudian ditawari pinjol. Langkah kedua yang diambil adalah mengajukan Raperda tentang pinjol agar memiliki kerangka hukum yang lebih kuat terkait dengan pinjol.

 

Langkah berikutnya adalah akan melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan untuk memberikan fasilitas kredit yang mudah sebagai alternatif lebih aman bagi masyarakat. Langkah terakhir adalah melakukan sosialisasi tentang bahaya judol (bogor.pojoksatu.id, 03/07/2024).

 

Dari beberapa poin yang telah dibuat oleh pemerintah, terlihat bahwa pemerintah hanya fokus pada pelaku atau pengguna judol, sedangkan bandarnya tidak diburu. Pakar Keamanan Siber dari Communication and Information System Security Research (CISSReC), Pratama Persadha menilai, diperlukan penegakan hukum yang maksimal dalam pemberantasan judi online.

 

Misalnya, melakukan penyelidikan secara menyeluruh, termasuk melacak jejak digital dan aktivitas para pelaku judi online. “Langkah-langkah penegakan hukum yang baik harus bisa membuat jera bandar, agen, dan pelaku judi online,” kata Pratama kepada wartawan, Sabtu 20 April 2024 (republika.co.id, 20/04/2024).

 

Judol merupakan masalah yang kompleks, berkaitan dengan masalah kemiskinan, gaya hidup masyarakat dan sebagainya yang semua itu bermuara pada paham kebebasan yang diusung sistem kapitalis sekuler. Judol telah nyata menyebabkan kesengsaraan dan kerusakan, baik kerugian finansial (ekonomi), gangguan psikis (mental), kecanduan judi, kriminalitas, hingga hilangnya nyawa manusia.

 

Menurut Menkominfo Budi Arie Setiadi, Dengan berjudi online, Anda mendukung praktik pencucian uang hasil korupsi, ujarnya dalam unggahan Instagram (cnbcindonesia.com, 26/06/2024).

 

Oleh karenanya, masalah judol ini hanya dapat diselesaikan dengan dengan sistem yang sahih, yaitu Islam. Segala bentuk perjudian secara tegas diharamkan dalam Islam, sebagaimana firman Allah taala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (TQS al-Maidah :90-91).

 

Judol dan pinjol hanya bisa dihilangkan sampai ke akar-akarnya jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh. Seluruh syariat Islam hanya bisa diterapkan secara kafah jika ada penjagaan berlapis dari ketiga komponen utamanya yaitu ketakwaan individu dan keluarga, adanya kontrol masyarakat yang melakukan amar makruf nahi munkar, serta keberadaan institusi negara yang berwenang mengatur dan memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran.

 

Jika salah satu saja dari komponen penjaga ini tidak ada, maka sistem ini tidak bisa berjalan dengan baik karena masih terbuka peluang terjadinya berbagai pelanggaran yang tidak dapat ditindaklanjuti sesuai syariat sebagaimana mestinya. Wallahu alam bishawwab.  [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis