Anak Terancam, Negara Gagal Memberikan Perlindungan 

             Oleh: Fitria Al Aksan 

Muslimah Kebumen

 

LenSa Media News _ Opini _ Zaman semakin berkembang. Begitupun gelagat masyarakatnya. Saat ini marak kasus pencabulan anak, baik di lingkungan masyarakat, sekolah, bahkan keluarga. Pelaku didalamnya mulai dari orang dewasa termasuk sebagai orang tua dan guru, teman sebaya, bahkan sampai aparat.

 

Mirisnya, saat ini kasus pencabulan baru-baru ini terjadi pada anak dibawah umur dan masih berstatus pelajar. Polisi menyatakan, kasus ini menimpa anak berusia 13 tahun dengan tersangka 26 orang (CNNIndonesia.com, 23 Juni 2024).

 

Menurut Kapolres Baubau, AKBP Bungin Masokan Misalayuk pada wawancara CNNIndonesia.com pada Ahad, 23 Juni 2024 bahwa sudah menetapkan tersangka. Hanya saja belum mau mengungkapkan identitasnya dan masih menunggu pengembangan terhadap tersangka yang lain. Hal tersebut juga dilakukan dengan hati-hati, pasalnya tersangka rata-rata anak di bawah umur.

 

Bungin mengungkapkan bahwa kasus pencabulan diduga sudah terjadi sejak bulan April lalu, namun baru terungkap pada bulan Mei 2024 . Polisi memeriksa total 17 saksi. Dan meningkatkan tersangka yang sebelumnya berstatus sebagai saksi. Parahnya, korban maupun pelaku tidak dalam pengawasan orang tua, karena korban tinggal terpisah dengan orang tua (broken home).

 

Kekerasan pada anak yang sering terjadi, tentunya dipengaruhi banyak hal. Mulai dari pendidikan anak. Yang sejatinya seorang ibu memiliki peran penting di dalamnya sebagai madrasah awal dan saat ini sebagian besar tidak berjalan. Alhasil, anak-anak tidak terdidik dengan baik dan semakin jauh dengan kepribadian Islam.

 

Di dalam Islam, mendidik sorang anak merupakan kewajiban orang tua, khususnya Ibu. Tatkala bicara wajib atau kewajiban tentunya akan berpahala jika menjalankan dan akan berdosa jika meninggalkan. Sayangnya, para ibu didorong untuk bekerja di luar rumah atas nama pemberdayaan perempuan, dengan dukungan regulasi negara yang ditetapkan pemerintah.

 

Faktor ekonomi yang tidak dijamin oleh negara, memaksa para ibu ikut membantu suami mencari nafkah. Ditambah penyediaan lapangan pekerjaan yang sulit didapat pada kaum laki-laki. Alhasil generasi kehilangan masa pendidikan di dalam rumah. Ini sebagai bukti, sistem ekonomi juga menjadi pemicu munculnya kekerasan terhadap anak.

 

Sistem pendidikan saat ini jauh dengan nilai-nilai Islam. Karena negara menerapkan sistem sekuler sebagai landasan bernegara. Dengan demikian, menghasilkan pendidikan yang memisahkan agama dengan kehidupan.a Mata pelajaran agama yang diajarkan sangat sedikit. Bisa dikatakan hanya sebagai formalitas. Tidak ada pembelajaran Islam sebagai standar perilaku dan penentu benar dan salah melainkan pelajaran terkait ibadah ritual.

 

Pendidikan ala sekuler menjadikan generasi yang krisis jati diri. Tidak mengenal siapa dirinya dan apa tujuan diciptakan di dunia. Akibatnya, bukannya menjadikan syariat sebagai standar berperilaku, out put malah memuja kepuasan sebagai tujuan utama. Hal tersebut yang membuktikan bahwa sistem pendidikan hari ini gagal melahirkan individu yang berakhlak mulia.

 

Negara dalam sistem sekular-liberal, menjadi sumber kekerasan anak dan celah bagi terjadinya kekerasan sangat besar. Penetapan usia anak menjadi salah satu penyebabnya. Dalam sistem ini, penetapan sanksi yang tidak memberikan efek jera dan tidak mampu sebagai pencegah kasus yang lainnya. Usia yang dianggap masih anak-anak, tidak bisa dikenakan hukuman, sebab dianggap hanya kenakalan remaja saja.

 

Berbeda apabila aturan Islam diterapkan. Berbalik kepada sejarah lampau, Islam dalam naungan Khilafah selama kurang lebih 1.300 tahun lamanya. Khilafah terbukti mamu melahirkan generasi unggul, pemuda berkepribadian Islam, berakhlak mulia, dan beradab. Semua hal tersebut, tidak lepas dari bentuk negara yang taat pada aturan Allah swt.

Wallahualambishowab.

 

(LM/SN)

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis