Pendidikan: Kewajiban dan Kebutuhan
Oleh: Hasna
LenSaMediaNews.com__Sejumlah kampus negeri menarik UKT (Uang Kuliah Tunggal) hingga berlipat-lipat. Keputusan ini bisa memupus impian banyak anak muda yang semula ingin kuliah di PTN. Kampus negeri yang dulu lebih terjangkau dibanding kampus swasta, kini biayanya malah makin melambung. Sejumlah mahasiswa kampus negeri juga terancam tidak bisa melanjutkan perkuliahan karena merasa tidak mampu mengikuti kenaikan uang kuliah (kompas.tv, 13/5/2024).
Menghadapi kritikan dari berbagai pihak, juga demo dari mahasiswa, pemerintah melalui Kemendikbudristek memberikan tanggapan bahwa pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier, yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun (SD, SMP dan SMA).
Kenaikan biaya UKT adalah salah satu dampak liberalisasi perguruan tinggi negeri di tanah air, terutama sejak tahun 2000, melalui UU Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Milik Negara (PTN-BHMN). Dengan pemberlakuan UU PTN-BHMN, negara bukan menambah, tetapi justru memangkas anggaran biaya pendidikan tinggi. Pemerintah makin lepas tangan dalam membiayai pendidikan warganya. Ini terlihat dari kecilnya anggaran pendidikan yang hanya 20 persen dari APBN. Dana itu harus didistribusikan ke banyak pos pendidikan. Jauh dari cukup untuk membiayai 85 PTN di seluruh Indonesia.
Inilah kebijakan zalim yang merampas hal banyak rakyat Indonesia untuk bisa masuk ke perguruan tinggi negeri. Kebijakan ini juga akan mengancam kualitas SDM rakyat dan sulit bersaing di dunia internasional. Di tanah air, berdasarkan tingkat pendidikannya, penduduk bekerja didominasi oleh lulusan SD ke bawah. Jumlahnya mencapai 36,82% dari total penduduk bekerja di tanah air.
Islam adalah satu-satunya sistem kehidupan yang begitu kuat mendorong umatnya untuk meraih ilmu. Ulul albab yakni orang-orang yang mengerahkan akalnya untuk berpikir cemerlang sehingga tertuntun pada keimanan. Kewajiban meraih ilmu di antaranya ditetapkan berdasarkan sabda nabi Muhammad SAW: “Meraih ilmu itu wajib atas setiap umat.” (HR Ibnu Majah)
Dengan begitu pendidikan dalam Islam bukan pilihan apalagi kebutuhan tersier, tapi pokok bahkan fardhu. Islam menetapkan dua tujuan pendidikan; Pertama, mendidik setiap muslim supaya menguasai ilmu-ilmu agama yang memang wajib untuk dirinya (fardhu ‘ain), seperti ilmu akidah, fikih ibadah, dsb. Kedua, mencetak pakar dalam bidang tsaqafah/ ilmu-ilmu agama yang dibutuhkan umat, seperti ahli fikih, ahli tafsir, ahli hadis, dan sebagainya.
Termasuk fardhu kifayah ini adalah mencetak pakar sains dan teknologi yang dibutuhkan umat. keberadaan ahli dibidang kedokteran, farmasi, kimia, nuklir, dsb. Vital bagi umat. Jika jumlahnya belum mencukupi, maka berdosalah kaum muslimin secara keseluruhan.
Dengan demikian pendidikan dalam Islam merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan bagi umat. Pendidikan telah diwajibkan oleh syariat juga kebutuhan vital untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan kaum muslim, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia. Karena itu pendidikan dalam Islam bukanlah kebutuhan tersier atau kepentingan orang-orang kaya saja.
Karena itu syariah Islam menetapkan bahwa negara memiliki sejumlah pemasukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Seluruhnya bisa dialokasikan oleh Khalifah untuk kemaslahatan umat, termasuk membiayai pendidikan.
Wallahualam bissawab. [LM/Ss]