Kisah Mayat dalam Karung, Dunia Anak Kian Murung


Oleh: Nety

(Aktivis Muslimah Yogyakarta)

 

 

LenSa MediaNews__Miris, seorang anak perempuan berusia 9,5 tahun ditemukan meninggal di dalam karung, dalam lubang bekas pompa air, di Ciketing Udik, Bantargebang (CNN Indonesia, 03/06/24). Pelaku adalah tetangganya sendiri. Sebelum kejadian, pelaku memang sering memberi uang pada korban. Kasatreskim Polres Metro Bekasi Kota mengatakan setidaknya pelaku telah melakukan aksi pencabulan terhadap korban sebelum membunuh dan membungkusnya dalam karung. Pelaku dijatuhi vonis 15 tahun penjara.

 

Kasus semacam ini bukanlah hanya satu atau dua kasus saja, tapi masih banyak kasus yang hampir sama. Negeri ini seolah sedang mengalami darurat keamanan bagi anak-anaknya. Untuk kasus kekerasan saja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaporkan ada 16.854 anak yang menjadi korban kekerasan pada 2023 dan tercatat ada 20.205 kejadian kekerasan yang terjadi selama kurun tahun tersebut (dataindonesia.id, 23/02/2024)

 

Bila kita cermati, kasus di atas, pelaku adalah tetangga korban. Yang dapat dipastikan pelaku telah mengetahui kebiasaan dan rutinitas dari korbannya. Selain itu, disampaikan juga, pada kasus di Ciketing Udik, pelaku dalam satu bulan terakhir sering memberi jajan kepada korban, sebagai iming-iming atau pancingan untuk korban.

 

Dilihat dari sisi lokasi kejadian, kasus tersebut juga tidak terjadi di perkotaan padat penduduk yang biasanya memiliki angka kriminalitas yang tinggi. Lokasi kejadian adalah kawasan pinggiran yang masih dinilai aman dan ramah anak. Sebagaimana pada kasus Ciketing Udik, anak-anak masih bebas bermain di halaman. Begitu juga pada kasus di Pacet, anak berangkat ngaji sendiri, tanpa pengantaran orang tua.

 

Dari faktor keluarga pun, keluarga korban bukanlah keluarga yang lepas tangan pada anak. Mereka adalah keluarga yang memberikan pendidikan Islam pada anak-anaknya. Lalu, solusi apa yang dapat dilakukan untuk memberantas kasus-kasus kekerasan pada anak seperti kasus di atas ?

 

Pemerhati Keluarga, Marina Noorbayayanti, S.Si., memberikan tanggapannya, bahwa solusi Islam mampu mengatasi permasalahan kekerasan pada anak (Muslimah Inspiratif, 5/6/2024). Menurutnya, sistem Islam adalah sistem yang sempurna dan paripurna, karena sistem Islam memiliki solusi dari hulu ke hilir dalam menangani kekerasan pada anak.

 

Disampaikannya bahwa Islam mengokohkan keimanan pada setiap individu masyarakat. Iman akan mengontrol tingkah laku, sehingga imam yang kokoh akan mencegah individu berbuat maksiat, termasuk melakukan kekerasan terhadap anak. Kurikulum di dalam pendidikan Islam yang berbasis akidah juga akan memfilter dan menjauhkan individu dari perilaku-perilaku menyimpang yang merusak, termasuk kekerasan.

 

Dalam Islam diterapkan sistem sosial yang memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan. Adanya larangan campur baur antara laki-laki dan perempuan. Kewajiban menutup aurat. Larangan pornografi, pornoaksi, dan khamr. Semua hal tadi akan menutup segala celah yang dapat memunculkan naluri seksual.

 

Apabila kontrol individu melalui iman dan pendidikan Islam telah dilakukan, didukung dengan kehidupan sosial yang sebisa mungkin tidak memunculkan naluri seksual tak terarah, maka dapat diwujudkan lingkungan yang ramah dan aman.

 

Islam juga mewajibkan orang tua untuk menjaga amanah yang Allah berikan. Orang tua tidak boleh lengah untuk selalu memantau kondisi anak. Kita tidak pernah tahu bahaya apa yang mengintai, atau niat-niat jahat apa yang tersembunyi di sekitar kita. Ada baiknya kita melakukan upaya pencegahan.

 

Menilik kisah ibunda Imam Syafi’i yang memaksa Imam Syafi’i kecil memuntahkan asi yang telah diminumnya dari tetangganya. Bukan hanya dalam penjagaan secara fisik, bahkan untuk hal non fisik seperti makanan yang masuk ke tubuh anak pun beliau jaga. Dari kisah tersebut dapat kita jadikan rujukan untuk membentengi anak agar tidak mudah menerima pemberian dari orang lain, terlebih pemberian dari orang yang tidak dikenal.

 

Marina Noorbayayanti, S.Si. menambahkan, sistem sanksi yang tegas oleh negara bagi para pelaku kekerasan akan mampu memberi efek takut dan jera pada pelaku, seperti bentuk hukuman di dalam Islam antara lain rajam, jilid, qishas, dan diyat. Hukuman yang diberikan haruslah sesuai dengan kejahatan yang dilakukan sehingga pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, dan calon pelaku diharapkan akan takut pada ancaman hukuman lalu mengurungkan niat kejahatannya.

 

Terakhir, ia menyampaikan bahwa untuk mewujudkan sistem Islam dengan segala solusinya tadi, dibutuhkan pemimpin yang tegas dan mau menerapkan Islam secara menyeluruh. Segala aturan Islam harus diterapkan dan dimasukkan dalam peraturan dan perundang-undangan. Dengan begitu syariat Islam akan mampu memberikan solusi hakiki terhadap semua masalah yang terjadi dalam kekerasan pada anak.

Please follow and like us:

Tentang Penulis