UKT Tinggi, Jegal Pelajar Berprestasi Lanjut Studi

Lensa Media News, Surat Pembaca- Uang Kuliah Tunggal (UKT) merupakan besaran uang pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dari orang tua. Baru-baru ini, publik diramaikan oleh berita seorang pelajar berprestasi yang lolos perguruan tinggi jalur prestasi. Namun, sayangnya harus mengundurkan diri karena UKT yang terlalu tinggi (Tribun Medan, 24-05-2024).

 

Siti Aisyah, camaba Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau (UNRI) yang lolos melalu jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) mundur karena ayahnya yang sering sakit-sakitan hanya bekerja serabutan tidak mampu membayar biaya pendidikan. Meski Siti sempat mengajukan keringanan biaya, namun setelah direspon pihak kampus, besaran UKT yang ia dapatkan tetap mahal.

 

Tak hanya Siti, ada sekitar 50 orang camaba lain yang bernasib sama dengannya. Mereka beramai-ramai mengundurkan diri karena tidak sanggup membayar UKT di UNRI (Kompas, 20-05-2024).

 

Kenaikan UKT ini sebenarnya rutin terjadi setiap tahun. Bedanya tahun ini, setelah ditetapkannya Keputusan Mendikbudristek No. 54/P/2024 dan Permendikbud No. 2/2024 tentang Besaran Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada PTN, kenaikan UKT dianggap ugal-ugalan sebab naiknya berkali-kali lipat.

 

Plt. Sekretaris Direktorat Jendral Pendidikan, Tjitjik Sri Tjahjandar mengatakan bahwa kuliah tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun, sehingga perguruan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan. Alhasil, bantuan untuk perguruan tinggi tidak diprioritaskan. Ini berarti perguruan tinggi hanya diperuntukkan bagi kalangan mampu saja. Padahal pendidikan adalah hak bagi setiap rakyat.

 

Kebijakan pemerintah yang memberikan hak otonomi kampus menjadikan perguruan tinggi berlomba-lomba menjadi PTN BH agar bisa mandiri mengelola rumah tangganya. Hasilnya, orientasi pendidikan di perguruan tinggi bukan lagi terciptanya SDM berkualitas yang siap mengharumkan bangsa. Justru para mahasiswa disiapkan untuk memenuhi tuntutan industri yang ada. Inilah konsekuensi dari sistem kapitalisme yang hanya berorientasi keuntungan materi semata.

 

Dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan pokok yang harus ditanggung oleh negara. Alokasi dana pendidikan diambil dari baitul mal pos kepemilikan umum. Pos ini merupakan aset umum yang dikelola oleh negara. Hasil dari aset ini dipakai untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, termasuk pendidikan murah atau bahkan gratis.

 

Demikianlah pendidikan dalam Islam. Pelajar fokus dicetak untuk menjadi insan yang bertakwa dan berlomba memberikan manfaat untuk masyarakat, bukan memikirkan biaya yang mahal dan sulit dijangkau sehingga memilih tidak lanjut studi.

 

Nuraeni

 

[LM, Hw]

Please follow and like us:

Tentang Penulis