Ambigu Regulasi Game Online, Sampai kapan?

Oleh : Ummu Rifazi, M.Si

 

Lensa Media News–Pemberitaan tindak kriminalitas seperti kekerasan, pornografi, pelecehan seksual, dan perundungan yang dilakukan anak-anak akibat pengaruh game online semakin marak. Pemerintah segera merampungkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang perlindungan anak dari game online.

 

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar, mengatakan bahwa telah diupayakan harmonisasi antara kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam penggodogan perpres ini, sehingga tugas dan fungsi serta kewenangannya tidak tumpang tindih.

 

Beliau menegaskan bahwa pemerintah akan terus mengawasi konten atau game online yang mengandung kekerasan, termasuk adanya kemungkinan pemblokiran game online seperti Free Fire (cnbcindonesia.com, 17/04/2024).

 

Sayang Generasi atau Sayang Uang?

 

Permenkominfo No 2 tahun 2024 telah menetapkan bahwa game ataupun konten digital yang mengandung kekerasan, pornografi, perilaku menyimpang, dan judi online dapat diblokir. Dan sekarang ketika perpres terbaru digodok, akankah peraturan ini efektif dan tidak ambigu dengan berbagai kebijakan lain seperti yang sebelumnya?

 

Faktanya, pada bulan April 2021 Wamendag Jerry Sambuaga,  justru mendorong agar game online buatan anak negeri menjadi cabang olahraga e-Sport PON agar game Indonesia makin dikenal dan digunakan nasional dan internasional. Pak menteri berkiblat pada Cina dan Korea yang sukses meraup keuntungan dvisa negara milyaran dollar dari pengembangan game online (kumparan.com, 20/2/ 2024).

 

Menko Marves Luhut Pandjaitan pun ditetapkan sebagai ketua pengarah tim Percepatan Pengembangan Industri Game Nasional melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 19 tahun 2024, karena melihat Indonesia masuk 16 besar dunia, bahkan DataNewszoo tahun 2020 menyebutkan pertumbuhannya mencapai US$1,47 miliar atau Rp 25 triliun (cnbcindonesia.com, 19/04/2024). Bukankah dari sini terlihat bahwa prioritas kebijakan ditimbang dari aspek keuntungan materi?

 

Pemerintah Cina saja merilis kebijakan baru yang membatasi waktu yang digunakan warganya untuk main game. Gamers di bawah usia 18 tahun hanya boleh main game selama 1 jam pada hari Jumat, akhir pekan atau hari libur. Kebijakan tetap diberlakukan meski berdampak mengurangi pengguna aktif harian dan pendapatan perusahaan game Cina. Dan terbukti kebijakan tersebut menyebabkan sejumlah perusahaan game di Cina seperti Tencent dan NetEase harga sahamnya anjlok berturut-turut 12,4 % dan 24% (Suara.com, 24/12/2023).

 

Bagaimana dengan rakyat Indonesia yang generasi mudanya malah difasilitasi game online oleh pemerintah karena bakal mendulang keuntungan berlipat ganda bagi devisa negara? Lebih miris lagi ketika kita tahu bahwa 84% rakyat Indonesia adalah muslim yang sudah Allah ingatkan dalam Surat Al Ashr ayat 1-3 agar tidak menjadi manusia yang merugi ketika waktunya tersita dengan hal-hal yang kurang atau bahkan tidak bermanfaat.

 

Begitulah ketika sistem kapitalisme sekuler liberal masih diterapkan, kebijakan niscaya semata berdasar kemanfaatan (keuntungan materi). Walaupun seabreg data menunjukkan keburukan dan kerusakan akibat pengembangan game online, tetap serius dikembangkan selagi masih mendatangkan keuntungan materi. Dan regulasi pun hanya sebatas meminimalisir dampak buruk ataupun kerusakan, tanpa ada peraturan tegas yang menjerakan.

 

Islam Menjamin Perlindungan dan Kemaslahatan Hakiki 

 

Perlindungan hakiki hanya akan ada dalam naungan syariat Islam karena yang haq dan yang batil tidak pernah dicampuradukkan. Jika maslahat menurut syariat maka pasti baik untuk dikembangkan, namun jika mudharat menurut syariat, niscaya dilarang untuk dikembangkan.

 

Menurut Islam, hukum asal game online adalah mubah (boleh dilakukan). Namun kemubahan menjadi keharaman ketika game online menjamur tanpa adanya pengendalian. Alhasil keberadaannya menjadi pemicu kemaksiatan bagi hamba-hamba Allah yang terlalaikan dari hal-hal yang wajib (ibadah, menuntut ilmu, dan amal sholih lain).

 

Oleh karena itu, untuk menjaga umatnya dari kerusakan game online, negara Islam akan melakukan beberapa langkah diantaranya : Pertama , memastikan bahwa teknologi yang boleh dikembangkan, termasuk game adalah ketika teknologi tersebut tidak melanggar ketentuan syariat, tidak menyebabkan kecanduan dan melalaikan kewajiban, tidak mengandung kemaksiatan.

 

Kedua, mengedukasi rakyat terkait game online secara kesinambungan. Jika rakyat dinilai sudah siap, maka barulah akses terhadap teknologi ini diijinkan. Ketiga , memberlakukan aturan dan sanksi yang tegas, adil dan berefek jera (takzir) dalam pengembangan industri game.

 

Sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalisme sekuler liberal yang rusak dan merusak ini, dan kita perjuangkan tegaknya syariat Islam secara menyeluruh, sehingga Allah anugerahkan rahmat keberkahan dan kemuliaan hidup. Maasyaa Allah, allahummanshuril bil Islam, wallahu alam bisshowab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis