PPN Naik Rakyat Kian Tercekik

Oleh : Surya Ummu Fahri

(Kontributor Media Online)

 

Naik-naik ke puncak gunung. Tinggi, tinggi sekali. Kiri kanan kulihat saja, banyak pohon cemara. Beras naik, listrik naik. PPN naik sebentar lagi. Pengusaha, rakyat kecil semua pasti kena.

 

Lensa Media News – Begitu lah, lagu baru yang bakal trending karena situasi yang dihadapi rakyat hari ini. Dilansir dari laman www.cnbcindonesia.com/news/20240308 terkait kepastian akan naiknya PPN di tahun 2025. Dijelaskan bahwa saat ini PPN sudah mencapai 11% sejak 2022 dari UU HPP yang sebelumnya 10% karena masyarakat sudah menjatuhkan keputusan pilihannya adalah keberlanjutan, maka keberlanjutan program yang dijalankan pemerintah. Termasuk diantaranya kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 tidak akan ada penundaan.

Disini pemerintah memiliki wewenang mengubah tarif PPN menjadi minimal 5% atau maksimal 15% melalui peraturan pemerintah atau setelah dilakukan pembahasan dengan DPR sebagaimana ketentuan pasal 7 ayat 3 undang-undang PPN. Jadi sebenarnya seandainya rakyat pun tidak menghendaki pilihan keberlanjutan tadi, masih bisa ditetapkan oleh pemerintah melalui kebijakan tadi. Karena disini negara tidak mengurusi ekonomi rakyatnya. Kerja negara satu saja yaitu menarik pajak.

 

Naik Lagi Naik Lagi?

Baru saja beras naik, mengapa PPN ikut naik juga. Menurut Menko bidang perekonomian Airlangga itu karena pilihan masyarakat, benarkah? Seolah pesta demokrasi kemarin menyisakan bumerang yang kembali pada masyarakat. Setelah terpilih para pembuat kebijakan menyalahkan kembali rakyat yang memilihnya. Padahal rakyat berharap dengan bergantinya pemimpin baru akan ada perubahan terhadap kebijakan dalam segala bidang.

Tentu saja dengan perhelatan pesta demokrasi yang luar biasa kemarin pastinya membutuhkan sumber pendapatan negara yang besar pula. Dan sumber pendapatan negara dalam sistem ekonomi kapitalis adalah utang dan pajak. Maka menjadi wajar jika pajak menjadi naik untuk memenuhi kebutuhan anggaran belanja negara daripada meningkatkan utang negara.

Meskipun sebenarnya pajak ini merupakan pos yang rawan dengan tindak pidana korupsi. Apabila tidak terpenuhi targetnya maka ujung-ujungnya akan ada kenaikan pajak lagi.

 

Pajak dalam Islam

Dalam Islam, pajak tidak dipungut secara merata layaknya dalam sistem ekonomi saat ini. Pajak merupakan sumber dana darurat dikala negara sedang mengalami kekosongan kas negara. Dan itu tidak dibayarkan secara terus menerus seperti saat ini. Itu pun hanya untuk kalangan yang dinyatakan mampu, laki-laki yang baligh. Sementara untuk wanita, anak-anak, usia lanjut maupun yang terkategori fakir miskin tidak ditarik pajak.

Kebijakan menggunakan pajak sebagai sumber pendapatan adalah salah. Dalam Islam pendapatan negara tidak bertumpu pada utang maupun pajak. Negara berdaya tanpa utang terhadap luar negeri sehingga ia tidak bergantung pada negara lain. Kokoh dan berwibawa dari luar.

Sementara dari dalam tidak memeras rakyatnya dengan pajak. Negara tidak membuat rakyat sengsara dengan berbagai pajak atau pungutan lainnya. Negara menjadi pelindung dan penjamin kebutuhan hidup rakyatnya baik kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan. Sehingga rakyat tidak lagi bingung hanya sekedar memenuhi kebutuhan pokok saja seperti hari ini.

Pengolahan sumber daya alam juga merupakan sumber pendapatan negara untuk kepentingan umat. Dengan pengelolaan dan pengolahan yang tepat negara tidak bergantung pada swasta ataupun luar negeri untuk memenuhi kebutuhan anggaran belanja negara. Sehingga negara bisa memenuhi kebutuhan belanja negara tanpa bertumpu dengan utang maupun pajak saja.

Islam memiliki sumber pendapatan negara yang beragam selain pajak diantaranya ghonimah, jizyah, kharaj, harta orang murtad, harta orang yang memiliki waris, panti-panti, wisma-wisma aparat pemerintahan yang dibuka oleh negara serta tanah-tanah yang dimiliki oleh negara. Sehingga Islam tidak diragukan selama memimpin dua per tiga dunia dengan gemilang. Bahkan banyak orang orang yang meskipun tak beragama Islam ikut merindukan kehadiran sistem Islam.

Islam terbukti menjamin keberkahan dan keadilan dengan menjalankan aturan berdasarkan taqwa bukan motif ekonomi laba rugi. Dengan syari’at Islam mencegah konsentrasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Bahkan Islam mengharamkan memakan harta orang lain secara zalim. So, masih ragu kah dengan sistem Islam?

Wallahu’alam bish showab

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis