Baby Blues adalah Buah dari Sistem
Oleh : Fitri Hasanah Amhar
Lensa Media News – Indonesia mendapatkan peringkat ke-3 Kasus Ibu Baby Blues di Asia (detikHealth 26/5). Data laporan Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2023 juga menyebutkan 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Kondisi ini terjadi karena berbagai faktor. Perubahan gaya hidup, adanya gap antara fitrah perempuan dengan aktivitas yang dilakukan di lapangan, serta perkembangan media yang mau tak mau, turut mempengaruhi kesehatan mental ibu, terutama para ibu baru.
Seiring waktu zaman berganti, kasus baby blues justru mencuat. Ketidaknyamanan seorang perempuan Ketika menjalani peran sebagai ibu baru bukanlah hal yang umum dirasakan di masa lampau. Namun, kini seolah menjadi tren yang dirasakan mayoritas ibu. Pertanyaan-pertanyaan serupa dilontarkan atau membenak, “Bagaimana bisa mencintai anakku kalau ia mengganggu hidupku?” atau “Aku bukan orang yang sama lagi seperti dahulu.”
Sistem kapitalis tanpa sadar menjauhkan perempuan dari fitrah keibuan. Sebut saja kampanye perempuan menjadi pemimpin, perempuan harus berkontribusi, perempuan memberikan perubahan untuk umat, dan lain sebagainya. Bukan berarti hal tersebut tidak boleh. Tidak pernah ada larangan untuk memiliki peran-peran yang disebutkan sebelumnya bagi perempuan, dalam Islam sekalipun dengan Batasan syariatnya. Sayangnya, kampanye menjadikan perempuan di depan yang menumbuhkan maskulinitasnya, tidak berbarengan dengan merawat fitrah feminin perempuan.
Ketidakseimbangan dan ketidakterawatan femininitas perempuan pada akhirnya melahirkan perempuan-perempuan yang tidak siap menjadi ibu. Mereka yang cemas, depresi, mudah merasa tidak becus menjalani peran sebagai ibu, dan mudah tersulut emosinya mendengar komentar dari orang lain. Belum lagi ketika media yang sangat mudah diakses tanpa sadar membayangi ibu baru untuk membanding-bandingkan dirinya kepada ibu lain yang dirasa lebih baik, yang padahal hanya ditemui di dunia maya.
Kapitalis lagi-lagi membuat ibu mengukur diri hanya pada capaian dunia. Produktif atau tidak dari uang atau eksistensi diri yang dihasilkan. Paham tentang kontribusi mendidik generasi, namun sulit sekali mengaplikasikan dalam keseharian. Kemudian lingkungan yang kurang mendukung menjauhkan ibu dari peran sebagai madrasah bagi anak-anaknya. Pada akhirnya awal menjalani peran sebagai ibu dijalani dengan terseok-seok bahkan sampai menghadapi baby blues.
Konsep menjalani peran dan kemuliaan ibu sangat jelas dan nyata dalam Islam. Namun, tanpa dukungan sistem, peran mulia ibu hanya akan nampak sebagai beban semata. Baby blues harus lekas dicarikan solusi karena bukan hanya ibu namun anak bahkan keluarga juga terancam keharmonisan dan ketenangannya. Menghadapi baby blues pada saat ini akan sulit karena memang para ibu akan berhadapan dengan kampanye barat yang terus menghembuskan ibu untuk berkiprah di luar rumah. Perasaan-perasaan tak nyaman menjadi ibu pun muncul berikut kekagetan menjalani peran ibu baru. Dengan demikian sangat diperlukan peran Islam mengatur kehidupan agar tak muncul lagi kasus-kasus baby blues di tengah-tengah kita.
[LM/nr]