Kelonggaran Minol Buah Paradigma Sekularisme

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, tentu keharaman Minol sudah pasti diketahui bersama. Namun anehnya, pemerintah malah mengeluarkan Permendag no 20 tahun 2021, yang semakin memberikan kelonggaran kepada izin impor minuman keras yang tadinya @1000ml menjadi 2.250 ml (8/11).

Tentu saja kebijakan ini menuai protes. Salah satunya dari MUI. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah, Muhammad Cholil Nafis mendesak pembatalan peningkatan impor minuman alkohol yang diatur Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2021. Cholil menilai Permendag tersebut cenderung memihak kepentingan wisatawan asing, merugikan anak bangsa dan pendapatan negara Indonesia.

Mengapa Minol yang jelas haram dalam Islam, menjadi legal di negeri ini? Jawabannya karena saat ini paradigma pembuatan kebijakan menggunakan sudut pandang sekularisme. Dalam pandangan sekularisme, agama harus dijauhkan dalam kehidupan. Tak heran halal dan haram tak dijadikan patokan dalam pembuatan kebijakan negara, termasuk masalah Minol.

Padahal Allah Swt. sudah sangat jelas mengharamkan minol, sebagaimana dalam firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (Al Maidah:90)

Sungguh permasalahan minol tidak akan pernah bisa terselesaikan selama sekularisme masih menjadi sudut pandang dalam pengambilan kebijakan. Maka jika kita ingin menuntaskan permasalahan minol, yang harus dilakukan adalah mengganti paradigma sekular menjadi Islam sekaligus mewujudkan sistem Islam dalam kehidupan bernegara. Hanya dengan itu, persoalan minol akan bisa diselesaikan dengan tuntas.

Agu Dian Sofiyani

[faz/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis