Pengadilan Akhirat Untuk Rangga

Oleh: Mimin Diya (Praktisi Pendidikan)

 

Lensamedia.com– Rangga, bukan nama yang viral karena film percintaan, tetapi viral dengan kisah heroiknya. Ialah Rangga, anak usia 9 tahun asal Aceh yang meninggal saat menyelamatkan ibunda tercinta dari aksi bejat seorang residivis yang dibebaskan dari hukuman penjara seumur hidup karena pandemi virus corona. Namun, kini berakhir sudah hidupnya untuk selamanya meninggalkan dunia (Suarajatim, 18/10/2020).

 

Bisa dibilang tamat sudah episode cerita mereka di dunia. Jikalau belum ada persidangan dan hukuman di dunia. Kini telah tiba saatnya perjumpaan di akhirat dalam persidangan yang seadil-adilnya di hadapan sang pencipta. Tidak ada tipu daya dan dusta kelak dalam persidangan akhirat. Karena mata, telinga, tangan, kaki, dan hati akan bersaksi kepada-Nya. Hingga datang keputusan dari Maha Adil Allah Swt.

 

Segala amal perbuatan pasti ada konsekuensinya. Perbutan buruk maupun baik pun ada resiko yang harus ditanggung. Seandainya setiap manusia mau mengkaji agama Islam lebih dalam, maka akan memahami pada dasarnya hukum amal perbuatan manusia ialah terikat pada hukum syara. Ada pencatatan baik buruk amal perbuatan yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban serta ditimbang secara tepat.

 

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. Al Anbiya: 47)

 

Kisah Rangga mungkin secuil dari sekian banyak kisah memilukan yang ada. Tidak sedikit berita tayang dengan kisah tragis serupa. Begitu mudah orang berubah menjadi moster jahat dalam lingkaran sistem sekuler liberal saat ini. Benteng keimanan amat rapuh dan mudah memperturutkan hawa nafsu. Aturan agama pun jauh terpinggirkan dalam mengatur kehidupan.

 

Lebih jauh lagi, sungguh tidak ada keadilan dan sanksi menjerakan dalam tata hukum sekuler demokrasi yang diterapkan saat ini. Pelaku yang setelah diadili, dihukum, dan menjalani hukuman sangat mudah kembali melakukan kejahatan serupa atau kejahatan lainnya (residivis).

 

Mirisnya, semua ini pun tidak lepas dari ketidaktepatan penguasa negara dalam menelurkan kebijakan. Pandangan ingin menghambat penyebaran Covid-19 dengan mengurangi jumlah tahanan sel, kini justru berimbas pada tindak kejahatan dan kriminalitas yang merebak di masyarakat. Tentunya karena hukum yang berlaku tidak mampu mengatasi masalah secara tuntas.

 

Kejadian seperti ini tidak boleh berlarut-larut dan terus berulang. Sejatinya umat butuh menegakkan khilafah yang akan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Bukan hanya keadilan di dunia saja yang terwujud, namun juga di akhirat. Karena Allah Swt hakim yang maha adil.

أَلَيْسَ ٱللَّهُ بِأَحْكَمِ ٱلْحَٰكِمِينَ

“Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?” (QS. At-Tin : 8)

 

Islam pun mempunyai pilar penjagaan yang sempurna. Mulai dari benteng kokoh keimanan dan ketaqwaan individu, aktivitas amar ma’ruf nahi munkar masyarakat, dan peran penting negara dalam mengadopsi seluruh aturan Islam. Termasuk di dalamnya ialah sistem sanksi yang tegas dan memberi efek jera. Karena Allah maha mengetahui kadar kelemahan dan ketakutan manusia. Sehingga orang akan berpikir ribuan kali ketika hendak berbuat dosa.

 

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishâsh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh…”. (QS.Al-Baqarah : 179)

 

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisa: 93). Wallahu a’lam bishawab. (RA/LM)

Please follow and like us:

Tentang Penulis