Kontroversi Ganja Sebagai Tanaman Obat
Beberapa minggu lalu sosial media diramaikan oleh pernyataan soal keputusan ditetapkannya ganja sebagai tanaman obat komoditas binaan oleh Kementrian Pertanian (Kementan) yang menuai kontroversi. Ketetapan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020 yang ditandatangani pada 3 Februari 2020 oleh Mentan Syahrul Yasin Limpo.
Padahal, menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 44 Tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, tanaman ganja (Cannabis Sativa) masuk ke dalam jenis narkotika golongan I. Menurut UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, menyebutkan bahwa narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Alhasil, ketetapan tersebut menuai kontroversi dan menjadi sorotan publik sehingga Mentan memutuskan untuk mencabut sementara Kepmentan Nomor 104 Tahun 2020 akan ditinjau ulang.
“Maka Kepmentan Nomor 104 Tahun 2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait,” ujar Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Tommy Nugraha.
Dalam pandangan Islam, ganja hukumnya haram secara mutlak karena termasuk ke dalam jenis khamr yang memabukkan. Sebagaimana firman Allah Swt. di dalam QS. Al-Maidah ayat 90 dan juga hadis yang diriwayatkan Ummu Salamah ra. bahwa Nabi Saw. telah melarang setiap zat yang memabukkan (muskir) dan zat yang melemahkan (mufattir). (HR. Abu Dawud no. 3689 & Ahmad no.26676). Sedangkan menggunakan zat/barang yang najis atau haram untuk berobat hukumnya makruh, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah (III/110).
Hanah ummu isma, Yogyakarta
[Faz/LM]