Sertifikasi Para Dai, Perlukah?
Oleh : Ismawati
(Muslimah Aktivis Dakwah)
Lensa Media News – Dilansir dari situs CNN Indonesia.com, 13 Agustus 2020, Menteri Agama, Fachrul Razi menyatakan akan mengeluarkan program dai atau penceramah dalam waktu dekat. Beliau menegaskan program ini sudah dibahas oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Program ini bertujuan untuk mencetak dai yang berdakwah di tengah masyarakat tentang Islam rahmatan lil alamin. Fachrul berharap, masjid nantinya tidak hanya sekadar menjadi sarana sebarkan iman dan takwa. Lebih dari itu, bisa dijadikan sarana menguatkan kerukunan bangsa. Beliau menambahkan, masjid nantinya bisa diisi para dai untuk mendakwahkan Islam yang damai dan penuh toleran.
Hal ini lantas menuai respon dari salah satu tokoh agama Persaudaraan Alumni 212, Novel Bamukmin. Dilansir dari Suara.com, 14 Agustus 2020, beliau mengatakan, sertifikasi untuk dai hanya akan memicu kegaduhan dan keresahan dikalangan umat Islam, seperti yang berlangsung akhir 2019. Dirinya menyebut sangat berbahaya, akan mengkotak-kotakan para mubaligh. Kekhawatirannya berlanjut dengan menduga pimpinan kemenag telah gagal paham dan selama ini dibisiki oleh golongan orang berpaham SEPILIS (Sekularisme, Liberalisme, Pluralisme, dan Sosialisme).
Program ini sebenarnya sudah pernah diwacanakan Kemenag dimasa Lukman Hakim hingga merilis beberapa ulama rekomendasi pemerintah. Dimana para dai yang terpilih bukanlah ulama yang dicap dirinya “radikal” atau intoleran. Serta berdakwah dengan kearifan lokal NKRI. Meski menuai pro dan kontra, dimasa Fachrul Razi wacana sertifikasi para dai akan diberlakukan kembali.
Sekilas tujuannya baik, bahwa tujuan adanya sertifikasi para dai yakni mencetak dai yang berdakwah tentang Islam rahmatan lil alamin, dengan seluruh syariat-Nya, Islam hadir sebagai rahmat seluruh alam. Hanya saja, meski keadaan sertifikasi ini tidak ada paksaan, bahaya besar akan timbul dari pengkotak-kotakan para dai yang memiliki sertifikat maupun tidak. Dimana para dai yang memiliki sertfikat akan berdakwah sesuai klasifikasi sertifikasi.
Bahaya yang selanjutnya dilihat dari sisi narasi sumbang dari pemerintah yakni radikalisme dan intoleran. Para penguasa hari ini kian massif menyuarakannya, jika konten dakwah terlalu kritis terhadap kebijakan penguasa yang amat nampak kezalimannya. Dengan adanya program sertifikasi ini harapannya menjadikan para dai lebih “soft” dalam menyampaikan konten dakwahnya sesuai standar sertifikasi. Dan bahayanya, ada celah bagi SEPILIS
untuk masuk, karena paham ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
Sejatinya di dalam Islam, dakwah merupakan sebuah kewajiban bagi seluruh umat. Aktivitas ini merupakan aktivitas yang mulia. Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan garis akidah, syari’at dan akhlak Islam. Lalu konten dakwah seperti apa yang harus disampaikan? Tentu sesuai dengan Alquran dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup seorang muslim.
Karena Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai agama yang sempurna. Selain mengatur perkara ibadah, Islam juga mengatur perkara hukum dan kehidupan manusia.
Maka, dakwah dalam rangka mengoreksi penguasa merupakan bagian dari amar makruf nahi mungkar salah satunya mengoreksi kebijakan pemimpin rakyat. Apalagi jika kebijakan yang diterapkan merupakan kebijakan yang menzalimi rakyat. Amar makruf penting sekali dilakukan untuk mengembalikan posisi penguasa sebagai penanggungjawab atas rakyatnya. Lihat saja bagaimana penguasa hari ini pro terhadap asing dan aseng.
Terlebih kedudukan para dai atau sangat mulia dimata Islam. Ulama merupakan estafet pewaris para nabi. Rasulullah Saw bersabda :
“ Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR. At-Tirmidzi) .
Islam yang rahmatan lil ‘alamin adalah Islam kaffah (keseluruhan) dengan mengambil seluruh hukum syariatnya tanpa tebang pilih. Allah Swt berfirman:
“ Hai orang-orang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al-Baqarah : 208)
Lalu, untuk apa sertifikasi jika ajaran Islam yang benar telah tertuang jelas di dalam Alquran dan As-sunah. Berbahaya apabila syariat Islam di pilah-pilih. Mengingat standar klasifikasi persyaratan sertifikasi dibuat oleh manusia dan sudah pasti akan sesuai dengan kehendak pembuatnya sendiri. Oleh karena itu, kembalikan dakwah syariat Islam yang sebenarnya, bukan sesuai kehendak manusia.
Wallahu a’lam bisshowab.
[ry/LM]