Tahun ajaran baru di masa pandemi dimulai dengan melakukan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) sebagai alternatif bagi siswa saat masa pandemi virus corona yang belum juga usai. Para orang tua dan peserta didik tentu harus memenuhi sarana dan prasarana yang menunjang seperti smartphone, kuota internet, jaringan internet yang baik, dan lainnya.

Namun, pembelajaran online yang dimulai pada awal Juli ini ternyata tidak sepenuhnya berjalan mulus. Banyak orang tua siswa di daerah pinggiran atau daerah terpencil yang mengeluh tidak memiliki ponsel pintar, tidak ada biaya untuk kuota internet dan jaringan yang sulit dengan sinyal yang jelek atau harus menempuh jarak yang jauh demi mendapatkan akses internet.

Belum lagi setiap hari para murid dibebani tugas tanpa adanya bekal penjelasan dari guru. Orang tua pun dibuat kewalahan untuk mendampingi putra-putrinya belajar dari rumah dengan setumpuk mata pelajaran. Tentu ini bukan salah guru, karena negara memang tidak memberi pedoman baku untuk melakukan pembelajaran efektif di masa pandemi.

Akhirnya “Belajar di Rumah” berubah menjadi “Beban di Rumah”, karena pendidikan fokus pada transfer materi saja bukan pembentukan kepribadian. Hal ini terjadi karena karut – marutnya sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini. Sehingga beban sekolah, guru dan siswa semakin berat.

Berbeda dengan Islam, kurikulum dalam Islam ketika diterapkan pada masa pandemi, tidak akan menyebabkan kecemasan massal. Orangtua dibentuk untuk mampu mengajarkan anaknya dengan baik terutama dalam urusan agama. Terlebih penting negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana siswa dan guru sehingga terjamin pendidikan yang efektif dan mampu membentuk siswa didik yang berkarakter Islami.

Wallahu’alambishawwab.

 

Resti Mulyawati,

(Bojongsoang, Kab. Bandung)

 

[LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis