Tak Cukup Sekadar Boikot
Oleh: Ratna Mufidah, SE
Lensa Media News – LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) adalah perbuatan yang mutlak haram. Fenomena LGBT muncul dan berkembang sebagai konsekuensi gaya hidup bebas yang dianut masyarakat Barat yang rusak dalam berperilaku serta jauh dari fitrah kemanusiaan. Perbuatan haram seharusnya tidak perlu diperdebatkan lagi, karena bila dilakukan, maka pelakunya mendapat hukuman.
Namun, dalam situasi dimana Islam hanya dipandang sebagai agama spiritual, hal tersebut tidak dapat terealisir. Alih-alih mendapat hukuman, pelaku LGBT hidup bebas dan makin dilindungi. Akhirnya, penyakit LGBT pun menyebar ke dunia Islam termasuk pada generasi mudanya.
Padahal jelas-jelas kerusakan yang diakibatkannya dalam masyarakat. Beberapa penyakit berbahaya dan mematikan terbukti dialami para pelaku LGBT. Belum lagi tindakan kekerasan, pembunuhan pasangan gay, ataupun keretakan rumah tangga yang sah akibat pasangan terkena LGBT. Manusia kehilangan identitas fitrah aslinya di hadapan hukum Allah, dimana hukum asalnya pria dan wanita hidup terpisah kecuali ada hajat yang sesuai syariat.
Fenomena LGBT saat ini bukan lagi sebuah kelainan pada diri manusia, yang dalam Islam bisa disembuhkan. Tetapi justru berkembang pesat menjadi sebuah gerakan Internasional yang mendapat dukungan dan dana dari perusahaan-perusahaan raksasa seperti Unilever, Facebook, Instagram dan sebagainya.
Baru-baru ini, masyarakat kembali dihebohkan dengan publikasi perusahaan Unilever yang mengakui sebagai pendukung gerakan LGBT. Perusahaan yang berbasis di Amsterdam, Belanda, pada 19 Juni lalu resmi menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan LGBTQ+.
“Kami berkomitmen untuk membuat rekan LGBTQ+ bangga karena kami bersama mereka. Karena itu, kami mengambil aksi dengan menandatangani Declaration of Amsterdam untuk memastikan setiap orang memiliki akses secara inklusif ke tempat kerja,” Unilever juga membuka kesempatan bisnis bagi LGBTQ+ sebagai bagian dari koalisi global. Selain itu, Unilever meminta Stonewall, lembaga amal untuk LGBT, mengaudit kebijakan dan tolok ukur bagaimana Unilever melanjutkan aksi ini. (www.republika.co.id, 29/6/2020)
Selain itu, perusahaan yang juga mendukung gerakan LGBT diantaranya Facebook, Apple, Microsoft, Starbukcs, Walt Disney, Nike (www.tagar.id, 30/6/2020). Tak dapat dipungkiri persoalan HAM (Hak Asasi Manusia) menjadi faktor utama. Aqidah sekularisme yang dianut para pemilik perusahaan tersebut telah menjadikan kesetaraan kepada kelompok LGBT sebagai komunitas yang harus diakui keberadaannya sebagaimana konsistensi aqidah ini menjaga nilai-nilai kebebasan bagi setiap tingkah laku manusia. Berikut potongan pernyataan IKEA lewat laman facebooknya,” At IKEA, we believe that equality is a fundamental human right and that all homes are created equal. “
Reaksi keras pun mengalir dikalangan umat Muslim yang dari sisi aqidah sangat mengutuk perbuatan kaum Sodom, kaum Nabi Luth yang diazab Allah dengan ditimpa bebatuan panas dan bumi dibalikkan sehingga mereka terkubur. MUI mengajak boikot produk Unilever bila tetap dukung LGBT. Netizen pun ramai-ramai mengungkapkan kekecewaan mereka kepada perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG) yang berdiri sejak 1933 itu.
Seruan boikot produk menjadi sikap yang reaktif dan pragmatis bagi umat muslim saat ini. Dari sisi semangat perlawanan, tentu kita acungi jempol. Tetapi dari sisi efektivitas perjuangan itu sendiri, tentu dalam perjalanannya akan banyak menemui kontra-produktif. Harus diakui, cara ini bagaimanapun menunjukkan saat ini kaum muslimin menjadi pihak yang lemah.
Saat dunia dikuasai ideologi kapitalisme. Kaum Muslimin berjuang sekuat tenaga mempertahankan aqidah tanpa tameng sebuah negara yang melindungi mereka. Padahal, Khilafah sejatinya pelindung bagi umat serta mengembalikan kesejahteraan yang selama ini terampas oleh kaum kapital. Boikot produk tentu boleh-boleh saja, tetapi jangan sampai melupakan metode perjuangan sejati yang telah digariskan Nabi, yaitu menegakkan khilafah.
Dalam negara khilafah, maka hukuman bagi para pelaku LGBT akan bisa diterapkan. Penyuka sesama jenis, bila terbukti maka akan dihukum dengan dijatuhkan dari tempat yang tinggi. Tidak ada kebebasan berperilaku dalam Islam. Semua perbuatan harus disandarkan kepada hukum syara’ dimana negara akan menjaganya dengan menerapkan syariat Islam yang kaffah. Dimana syariat Islam ditegakkan, disitu eksistensi LGBT akan lenyap.
Demikian pula keberadaan perusahaan raksasa yang selama ini pro LBGT. Dalam negara khilafah, mereka boleh saja eksis untuk melaksanakan kegiatan bisnis, tetapi tak akan bisa menyuarakan kampanyenya lagi. Hanya ada Syiar Islam dan apapun yang tidak bertentangan dengan Islam.
Wallahu a’ lam bish showab.
[ry/LM]