Pembatalan Haji Karena Pandemi atau Ekonomi?

Oleh: Bunda Kayyisa Al Mahira

 

Lensa Media News – Para calon jamaah haji tahun ini menuai kecewa, pemerintah telah memutuskan untuk tidak memberangkatkan haji tahun ini, sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Agama Fachrul Razi, “Pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji. Keputusan ini saya sampaikan melalui Keputusan Menteri Agama RI Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji Pada Penyelenggaraan Ibadah Haji pada 1441 Hijriah atau 2020 Masehi,” kata Menteri Agama Fachrul Razi dalam konferensi pers pada Selasa (2/6/2020). (Tirto.id 02/06).

Keputusan yang diambil oleh pemerintah ini mendahului pihak Arab Saudi yang belum memutuskan menerima jamaah haji atau tidak. Keputusan ini menuai polemik di kalangan masyarakat,  dan muncul berbagai spekulasi tentang keputusan pemerintah yang terkesan buru-buru untuk memutuskan tidak memberangkatkan calon jamaah haji. 

Beberapa kalangan mempertanyakan tentang keputusan kementrian agama  (kemenag) ini, apakah murni untuk menyelamatkan nyawa ataukah untuk menyelamatkan ekonomi,  terlebih belakangan ini tersiar kabar bahwa dana haji digunakan untuk memperkuat nilai rupiah. 

Sebagaimana yang disampaikan oleh Anggito Abimanyu, total dana haji yang dikelola BPKH saat ini telah mencapai Rp135 triliun. Sebagian besar dana itu digunakan untuk mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena sebagian besar dana itu diinvestasikan dalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). (vivanews.com 02/06/2020). 

Selanjutnya Kepala BPKH, Anggito Abimanyu mengatakan, saat ini BPKH memiliki simpanan dalam bentuk dolar Amerika Serikat sebanyak US$600 juta atau setara Rp 8,7 triliun kurs Rp14.500 per dolar AS. Dengan begitu, dana itu akan dimanfaatkan untuk membantu Bank Indonesia dalam penguatan kurs rupiah. (vivanews.com 02/06/2020). 

Kemenag beralibi bahwa penyebab pembatalan keberangkatan jamaah haji adalah karena otoritas Arab Saudi hingga saat ini belum juga memutuskan menerima atau tidaknya calon jamaah haji untuk negara lain.  Alasan lain karena Kemenag juga belum siap untuk menyelenggarakan pemberangkatan haji di situasi pandemi. Waktunya mepet, SOP pemberangkatan jamaah haji di saat pandemi lebih rumit,  biaya pun lebih mahal misalnya untuk kapasitas pesawat yang biasanya satu pesawat menampung 150 orang, kini hanya boleh menampung 100 orang. 

Keputusan Kemenag ini selain membuat kecewa masyarakat,  juga membuat kecewa para ulama dan anggota dewan. Muhammad Fauzi, anggota Komisi VIII DPR merasa kecewa terhadap keputusan Kemenag yang tidak berkoordinasi dengan DPR. Fauzi mengatakan bahwa banyak anggota Komisi VIII DPR yang kecewa dengan keputusan pembatalan haji 2020, yang tidak dikoordinasikan dengan DPR. Padahal sesuai ketentuan UU, seharusnya setiap keputusan terkait haji dibicarakan dengan DPR. (republika.co.id 03/06/2020). 

Pemerintah tentu tidak berhak menggunakan dana haji yang merupakan dana ibadah umat Islam untuk keperluan apapun,  baik untuk infrastruktur maupun untuk penguatan rupiah apalagi untuk kepentingan investasi nasional dalam bentuk surat berharga. Karena dana tersebut milik umat para calon jamaah haji untuk ibadah haji bukan yang lain. 

Carut marut tata kelola dana haji ini tidak terlepas dari penerapan ekonomi kapitalis yang dasarnya adalah sekuler yang menjadikan materi di atas segala-galanya. kepentingan ekonomi lebih diprioritaskan daripada penyelenggaraan ibadah hingga nyawa sekalipun.

Penundaan ibadah haji jika ada wabah dibolehkan dalam Islam. Hal ini pernah terjadi dalam sejarah peradaban Islam, sudah 40 kali pelaksanaan ibadah haji ditunda karena alasan wabah, perang hingga konflik politik. Untuk pertama kalinya ibadah haji ditutup pada 930 M saat ada pemberontakan kelompok Qarmatiah terhadap Kekhilafahan Abasiyah.

Penundaan haji karena wabah juga pernah terjadi pada 1831 ketika wabah cacar dari India yang membunuh 75 persen jemaah haji di Makkah. Wabah kembali melanda Makkah tahun 1837 sehingga ibadah haji 1837-1840 ditiadakan. (dikutip dari kitab Al Bidayah wan-Nihayah karangan Ibnu Katsir). 

Jika Arab Saudi kali ini benar-benar memutuskan untuk menutup Makkah karena wabah, hal ini bukanlah yang pertama dan jumhur ulama membolehkannya. Keputusan pembatalan semata-mata karena wabah demi menyelamatkan nyawa calon jamaah haji, bukan didasarkan pada kepentingan ekonomi. 

Tata kelola haji yang benar,  yang memberikan pelayanan terbaik pada umat untuk melaksanakan ibadah hanya akan terwujud jika mengacu pada aturan Islam. Saatnya kembali pada aturan Islam, campakan kapitalisme yang menyengsarakan. 

Wallohu’alam bishowab.

 

[ra/LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis